Polri Bongkar Skandal Beras Premium Ilegal Ribuan Kilogram Tak Sesuai Standar
Redaksi.co, Jakarta 24 Juli 2025 – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melalui Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik produksi dan distribusi beras premium ilegal dalam skala besar. Pengungkapan ini disampaikan langsung dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, dan menjadi perhatian publik luas.
Kasus ini bermula dari laporan laboratorium yang menemukan bahwa sejumlah produk beras premium yang beredar di pasaran tidak sesuai dengan informasi yang tertera pada label kemasan. Temuan ini memicu penyelidikan mendalam oleh tim Bareskrim, yang akhirnya mengungkap fakta mengejutkan: beras diproduksi dengan metode campuran tradisional dan modern, namun diberi label “premium” tanpa memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Sebagai tindak lanjut, polisi menyegel sejumlah lokasi produksi dan gudang penyimpanan di Jakarta Timur, Jawa Barat, dan Serang. Tiga perusahaan besar yang terlibat adalah PT PPM, PT RS, dan PT USG, dengan merek-merek seperti “Sentra”, “Cerita Anak”, dan “Sentra Rambut Merah”. Dari operasi gabungan ini, sebanyak 39.360 kilogram beras dalam kemasan 5 kg dan 2,5 kg berhasil disita sebagai barang bukti.
“Dari hasil uji laboratorium, kelima merek tidak memenuhi standar mutu nasional sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen,” ungkap Dittipideksus dalam konferensi pers di Bareskrim. Hingga saat ini, 14 saksi telah diperiksa, termasuk ahli laboratorium, konsumen, hingga pejabat dari Kementerian Pertanian.
Para pelaku disinyalir melanggar Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan terancam hukuman penjara hingga lima tahun serta denda Rp2 miliar. Lebih jauh lagi, perkara ini juga ditelusuri dalam kaitannya dengan pelanggaran Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Polri menegaskan bahwa penindakan ini sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya menjaga ketahanan pangan sebagai bagian dari stabilitas nasional. “Kami akan terus menelusuri rantai distribusi hingga ke akar-akarnya, termasuk kemungkinan keterlibatan merek lain,” ujar juru bicara Bareskrim.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dalam memilih produk beras, dengan memeriksa label kemasan dan memastikan kesesuaian dengan SNI. Bareskrim juga memberikan kesempatan kepada pedagang yang tidak mengetahui adanya pelanggaran untuk mengembalikan produk serta menerima arahan lanjutan.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen membangun ekosistem pangan yang sehat dan adil, sekaligus memperkuat fondasi menuju Indonesia Emas 2045.
.Tak hanya itu, sebanyak 14 saksi telah diperiksa, termasuk ahli laboratorium, konsumen, serta pejabat dari Kementerian Pertanian. Pemeriksaan laboratorium memastikan bahwa lima merek beras premium yang beredar di pasaran tidak memenuhi ketentuan mutu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Pelabelan premium yang tidak sesuai ini adalah bentuk pemalsuan mutu yang menyesatkan konsumen,” ujar juru bicara Polri. Para pelaku terancam sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar. Bahkan, penyelidikan kini berkembang ke potensi pelanggaran dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kementerian Pertanian turut ambil bagian dalam pengujian kandungan beras dan menemukan bahwa kelima merek tersebut memang tidak layak menyandang status “premium”. Sementara proses hukum masih berjalan, penetapan tersangka tinggal menunggu kelengkapan bukti, termasuk dokumen sertifikasi, SOP perusahaan, dan distribusi.
Polri menegaskan komitmennya menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam peredaran beras ilegal. “Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian besar pada perlindungan konsumen dan ketahanan pangan sebagai bagian dari pertahanan nasional,” tegas juru bicara.
Masyarakat pun diminta lebih berhati-hati dalam membeli produk beras dan memastikan label serta kualitas sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kepolisian juga membuka jalur komunikasi untuk para pedagang dan distributor yang merasa menjadi korban dan ingin mengembalikan produk.
Dalam upaya menjaga ekosistem pangan yang sehat dan adil, pengawasan harga eceran tertinggi (HET) kini diperketat, dengan instruksi khusus kepada kepala daerah agar turut mengawasi mutu dan distribusi pangan di daerah masing-masing.
Langkah tegas ini menjadi bagian dari upaya menuju Indonesia Emas 2045, di mana integritas, kualitas, dan keadilan dalam sektor pangan menjadi prioritas utama.