Sabtu, Juli 26, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

Gugat PT Berau Coal, Petani Tumbit Melayu Cari Keadilan hingga ke Jakarta

redaksi.co | Jakarta, 24 Juli 2025 – Perseteruan panjang terkait kepemilikan lahan kembali mencuat ke publik. Kali ini, kelompok tani dari Desa Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menggugat PT Berau Coal atas lahan garapan yang mereka kelola sejak tahun 2000. Merasa diperlakukan tidak adil, para petani menempuh jalur hukum dan kini melanjutkan perjuangan mereka hingga ke Ibu Kota.

Lahan seluas puluhan hektare yang disengketakan telah ditanami berbagai komoditas produktif seperti kopi, durian, dan nangka. Bahkan, beberapa pondok pertanian telah berdiri di atasnya sebagai bagian dari kegiatan agrikultur yang dikelola secara swadaya oleh Kelompok Tani Usaha Bersama.

Dalam pernyataannya, Ketua Kelompok Tani mengatakan bahwa mereka memiliki dasar kepemilikan yang sah berupa Surat Keterangan Kepemilikan Tanah yang diterbitkan oleh pemerintah kampung pada Juli 2000. Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Kampung saat itu, M. Djahri U., dan Ketua RT.05 Dusun Mera’ang, serta disaksikan oleh dua warga setempat.

Namun, gugatan perdata dengan nomor perkara 43/Pdt.Sus-LH/2024/PN.Tnr yang diajukan oleh kelompok tani ditolak oleh Pengadilan Negeri Tanjung Redeb pada 14 Mei 2025. Putusan ini memicu reaksi keras dari pihak penggugat, yang menilai majelis hakim mengabaikan bukti-bukti autentik yang mereka ajukan.

“Kami sangat kecewa dengan putusan hakim. Bukti-bukti kami tidak dipertimbangkan, sementara data dari pihak perusahaan justru dijadikan dasar putusan, padahal kami menduga kuat dokumen mereka tidak sah,” ujar M. Rafik, juru bicara kelompok tani, saat menyampaikan orasi di depan kantor Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Jakarta.

Langkah ke Jakarta ini menjadi bentuk eskalasi perjuangan para petani yang menolak tunduk pada keputusan yang mereka anggap tidak berpihak pada keadilan. Mereka berharap laporan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung dapat membuka kembali jalan untuk memeriksa ulang kejanggalan-kejanggalan dalam proses hukum sebelumnya.

Kasus ini menyita perhatian berbagai pihak, termasuk aktivis agraria dan lembaga masyarakat sipil yang turut memantau perkembangan sengketa ini. Kelompok Tani Usaha Bersama menyatakan bahwa perjuangan mereka bukan semata untuk mempertahankan tanah, tetapi juga untuk membela prinsip keadilan dan keberlangsungan hidup ratusan kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari lahan tersebut.

Dalam waktu dekat, kelompok tani berencana menggandeng kuasa hukum baru dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) sebagai bagian dari strategi hukum lanjutan.

Popular Articles

Berita Terkait