Jember, redaksi.co – Tambak udang milik PT Delta Guna Samudera (DGS) di Desa Mayangan, Kecamatan Gumukmas, kembali dibuka setelah sebelumnya disegel warga dalam aksi unjuk rasa pada 9 Mei 2025. Aksi tersebut dipicu kekhawatiran masyarakat terhadap potensi pencemaran lingkungan yang berdampak pada lahan pertanian dan hasil tangkapan nelayan sekitar. (27/06/2025)
Satu hari sebelum penyegelan, perwakilan dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jawa Timur bersama sejumlah instansi dari Kabupaten Jember sempat menemui warga. Dalam pertemuan itu, mereka menawarkan solusi berupa pemasangan klep otomatis berbahan fiber. Klep ini diklaim dapat menutup secara otomatis saat air laut pasang, guna mencegah aliran balik limbah tambak ke lingkungan.
“Pemasangan klep akan dilakukan dalam satu bulan,” ujar Prabowo, perwakilan SDA Jatim saat itu, di hadapan warga.
Namun hingga akhir Juni, janji tersebut belum juga terealisasi. Saat dikonfirmasi redaksi.co, Prabowo menyatakan klep masih dalam tahap pengerjaan di Bandung. Ia bahkan mengirimkan sejumlah foto sebagai bukti bahwa proses produksi tetap berjalan.
Salah satu warga Desa Mayangan, berinisial MS, yang juga pembudidaya udang, membenarkan bahwa tambak DGS telah kembali beroperasi. Ia menegaskan bahwa warga tak mempermasalahkan operasional tambak selama limbahnya tidak mencemari lingkungan.
“Kami dengar, waktu itu sempat dikabari melalui telpon;oleh R, namun saya tidak tau kesepakatannya seperti apa ? dan kami tidak melarang orang mencari nafkah, yang penting jangan buang limbah sembarangan yang berdampak negatif kepada nelayan dan petani,” ujarnya.
Terkait program tanggung jawab sosial (CSR), MS menegaskan warga tidak meminta bantuan apapun. “Yang penting, jangan mencemari lingkungan. Itu saja,” tegasnya.
Sementara itu, Styo Ramies, koordinator aksi sebelumnya, menyampaikan bahwa telah ada kesepakatan antara warga terdampak dan pihak manajemen tambak.
“Tambak tidak boleh membuang limbah yang merugikan pertanian, dan petani juga tidak boleh mengganggu operasional tambak,” jelasnya.
Meski mengakui bahwa aksi penyegelan tidak didasari dokumen hukum formal, Styo menekankan bahwa tuntutan warga murni soal tanggung jawab lingkungan.
“Tambak ini memang punya izin resmi. Tapi mereka juga harus menjalankan komitmen CSR, terutama di bidang kesehatan dan pelestarian lingkungan,” pungkasnya. (Sofyan)