Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni bertanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai terminologi operasi tangkap tangan (OTT).
“Yang kami pahami adalah tertangkap tangan di seketika waktu bersamaan, bukan pada pisah tangan antara tempat satu dengan tempat yang lain,” ujar Sahroni dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan KPK di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Sahroni mempertanyakan definisi istilah kata tersebut setelah KPK melakukan OTT di tiga lokasi, yakni Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan terkait kasus dugaan korupsi terkait pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sultra.
“Tolong jelaskan ke kami, apakah OTT yang dimaksud adalah bersama-sama pada waktu yang sama, atau kalau memang orangnya sudah berpindah tempat dinamakan OTT plus?” katanya.
Lebih lanjut dia menyarankan penggunaan kata OTT diganti bila pelaku tindak pidana korupsi ditangkap di tempat terpisah.
“Mending namanya diganti. Jangan OTT lagi, tetapi pelaku tindak pidana, atau orang yang pisah tempat bisa saja dikenakan pasal turut serta, bahwa yang bersangkutan adalah pelaku dari tindak pidana yang sebelumnya ditangkap,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK melakukan OTT terkait kasus di Kolaka Timur pada 7 Agustus 2025.
.Mulanya, KPK menangkap beberapa orang di Jakarta, dan Kendari, Sulawesi Tenggara.
KPK kemudian bergerak menangkap Bupati Kolaka Timur di Makassar, Sulawesi Selatan, setelah yang bersangkutan mengikuti Rakernas Partai NasDem.