PALI, Jumat 23 Mei 2025 – Janji PT Pertamina EP Adera Field untuk memulihkan lahan warga yang tercemar akibat kebocoran pipa minyak sejak tahun 2023 hingga kini belum terealisasi dan mulai dipertanyakan publik. Alih-alih diperbaiki, tanah milik warga di Desa Betung, Kecamatan Abab, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), masih tergenang dan berubah menjadi kolam tercemar minyak akibat proses pembersihan limbah yang dilakukan dua tahun lalu.
Kejadian ini bermula pada tahun 2023 ketika pipa distribusi minyak milik PT Adera Field mengalami kebocoran dan mencemari kebun warga dengan tumpahan minyak mentah. Upaya pembersihan menggunakan alat berat justru memperparah keadaan karena membuat permukaan tanah membentuk cekungan besar yang menyerupai kolam. Pihak perusahaan sempat berjanji akan menimbun kembali lahan tersebut agar bisa difungsikan seperti semula. Namun, hingga tahun 2025 janji itu belum juga ditunaikan.
Ironisnya, di tahun 2025 ini, pipa yang sama kembali mengalami kebocoran di lokasi yang berdekatan. Dampaknya, tanah milik warga kembali tercemar. Hingga berita ini diturunkan, belum ada ganti rugi maupun langkah pemulihan nyata dari pihak perusahaan. Sementara itu, pihak PT Adera hanya memberikan jawaban bahwa “untuk pembersihan limbah belum ada perintah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).” Pernyataan tersebut disampaikan oleh Haris kepada Kompas86.com, yang menurutnya merupakan pernyataan dari Rista selaku Humas PT Adera.
Terkait kebocoran pipa terbaru yang terjadi pada tahun 2025 ini, hingga hari ini, 23 Mei 2025, pipa tersebut masih belum diganti. Pihak PT Adera pun belum memberikan penjelasan pasti. Masyarakat menyatakan bahwa mereka tidak menuntut secara berlebihan, tetapi mengingat perusahaan ini adalah BUMN yang merupakan bagian dari aset negara, sudah seharusnya perusahaan memahami bahwa tanpa rakyat, tidak akan ada negara.
Jika pihak PT Adera menganggap bahwa tuntutan kompensasi dari warga terlalu tinggi, warga menyatakan siap mengikuti keputusan perusahaan asalkan hal tersebut didasarkan pada peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Lebih lanjut, warga mendesak agar PT Adera, DLH, dan pemilik lahan yang tercemar melakukan investigasi bersama ke lokasi kejadian. DLH diharapkan dapat menyaksikan secara langsung dampak limbah minyak yang mencemari tanah selama hampir tiga tahun dan menjelaskan kepada publik sanksi serta nilai kompensasi yang sesuai menurut undang-undang.
“Sudah dua tahun lahan ini tidak bisa digunakan, bahkan sekarang makin parah karena kejadian terulang lagi. Limbah masih menggenang, tidak ada penggantian maupun tindakan berarti dari PT Adera,” ujar Haris.
Warga Menuntut Tanggung Jawab
Masyarakat menilai PT Adera Field telah lalai dalam menjalankan tanggung jawab lingkungan dan sosialnya. Janji menimbun kembali tanah serta pemberian kompensasi hanya sebatas formalitas tanpa realisasi di lapangan. Masyarakat mendesak ketegasan dari pemerintah.
“Kalau dulu dijanjikan akan ditimbun, kenapa sampai sekarang belum ada tindak lanjut? Sekarang pipa bocor lagi, dan tanah kami masih tak diganti. Ini bukan lagi masalah teknis, tapi sudah menyangkut tanggung jawab moral dan hukum,” tegas Haris.
Tuntutan terhadap Pemerintah dan DLH
Warga juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten PALI dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap kondisi pipa serta dampak limbah terhadap lingkungan sekitar. Masyarakat menginginkan agar persoalan ini tidak hanya diselesaikan secara administratif, tetapi juga secara hukum dan ilmiah. Warga menyoroti keberadaan pipa yang tidak ditanam di dalam tanah, terutama di wilayah permukiman, karena sangat merugikan mereka.
Pemeriksaan bersama diminta dilakukan secara transparan agar tidak terjadi kesalahpahaman, terutama dalam pemberitaan yang beredar. Hal ini penting mengingat sanksi hukum bagi perusahaan yang lalai telah diatur jelas dalam peraturan perundang-undangan berikut:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan seperti ini dapat dikenakan sanksi administratif, perdata, hingga pidana:
Pasal 69: Melarang kegiatan yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pasal 97–99: Mengatur ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar bagi pelaku pencemaran yang menimbulkan kerugian lingkungan dan masyarakat.
Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 mewajibkan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), termasuk minyak mentah.
Masyarakat menyatakan bahwa mereka hanya patuh pada peraturan perundang-undangan. Mereka tidak mempermasalahkan status vital perusahaan atau kontribusinya terhadap pendapatan negara, selama semua keputusan yang diambil tetap berlandaskan hukum, bukan sekadar penjelasan yang tidak berdasar.
Warga berharap pemerintah dan aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap PT Adera Field. “Kami tidak menolak pembangunan, tetapi jangan jadikan rakyat sebagai korban dari kelalaian perusahaan besar,” pungkas Haris.