Sabtu, Mei 10, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

MK Putuskan Pasal “Menyerang Kehormatan” Tak Bebani Pers

Jakarta – Redaksi.co Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal “menyerang kehormatan” dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) membawa angin segar bagi insan pers. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, kelompok masyarakat, maupun korporasi.

Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia, NR Icang Rahardian, SH, MH, menyambut positif putusan tersebut. Ia menilai, putusan MK atas perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024 menjadi landasan penting bagi jurnalis dalam menjalankan tugas profesinya.
“Putusan MK ini menjadi senjata pamungkas bagi insan pers, khususnya para jurnalis yang tergabung dalam IWO Indonesia, untuk tidak merasa terbebani oleh keberadaan pasal itu saat menjalankan tugas jurnalistiknya,” ujar Icang, Selasa (29/4/2025).

Dalam sidang pembacaan putusan, Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) hanya berlaku bagi individu atau perseorangan.

“Menyatakan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Suhartoyo.

Ia menambahkan, pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan”.

Suhartoyo juga menjelaskan bahwa frasa “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu” bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

“Sepanjang tidak dimaknai ‘hanya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang secara substantif memuat tindakan atau penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu, yang dilakukan secara sengaja dan di depan umum, serta menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan’,” tegasnya.

Icang menilai, selama ini jurnalis sering kali dibayang-bayangi oleh pasal “menyerang kehormatan”. Namun, dengan adanya putusan MK tersebut, ia merasa insan pers kini memiliki pegangan yang kuat dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, khususnya saat menghadapi lembaga dan instansi pemerintah.

“Kalau selama ini wartawan selalu dihantui oleh momok Pasal ‘menyerang kehormatan’ dalam UU ITE, maka kini mereka punya bekal dan semangat baru untuk bekerja lebih maksimal,” tambah Icang.

Ia juga mengingatkan agar jurnalis tetap berhati-hati dalam menulis berita, terutama ketika menyangkut kehormatan pribadi seseorang.

“Tentunya, bagi kami pasal ini tetap harus dijaga dan dihormati, terutama jika berkaitan dengan individu. Karena yang namanya kehormatan itu melekat pada pribadi seseorang, bukan pada lembaga, instansi, organisasi, atau badan usaha,” tandasnya.

Sebelumnya diketahui, uji materi terhadap pasal-pasal tersebut diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang karyawan swasta asal Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Ia menggugat empat klausul hukum dalam UU ITE, yaitu Pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 28 ayat (2).||Jurnalis:Abdul Rahman

(Editor korwil Kalbar Suparman)

Popular Articles

Berita Terkait