Redaksi.co | Palembang,- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) dalam hal ini Penjabat Gubernur Sumsel Elen Setiadi, S.H., MSE yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi dan Umum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sumsel Zulkarnain, S.E., M.M menghadiri acara seminar dan rapat pimpinan nasional (rapimnas) Ikatan Sarjana Katolik Indonesia.
Adapun tema kegiatan ini sendiri yakni “Makin berperan dan berkontribusi nyata dalam mewujudkan kesetaraan dan menjunjung martabat kemanusiaan di Era Pemerintahan Baru”, dan kegiatan ini sendiri dipusatkan di aula Gedung Yoseph Universitas Katolik Musi Charitas Palembang, Sabtu (23/11/2024).
Adapun kegiatan ini sendiri dihadiri juga oleh Menteri Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) Prof Dr Nasaruddin Umar, MA yang diwakili oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kemenag RI Drs Suparman, S.E., M.Si, Uskup Agung Palembang dan Kerawam KWI Mgr Yohanes Harun Yuwono, Dewan Presidium Pusat ISKA Mullawan Magdalena, Sp.Si., M.Si, para mahasiswa/mahasiswi Universitas Katolik Musi Charitas Palembang, dan undangan lainnya.
Dikatakan Penjabat Gubernur Sumsel melalui Asisten III Bidang Administrasi dan Umum Setda Provinsi Sumsel Zulkarnain, S.E., M.M, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia merupakan organisasi kemasyarakatan atau menjadi wadah berhimpunnya para sarjana cendekiawan katolik yang keberadaannya diakui oleh negara.
Sebagai organisasi cendekiawan Katolik yang telah berusia 66 Tahun, ISKA dalam rangka telah sedikit banyak memberikan warna yang khas bagi kerjaan negara.
“Sebagai bagian dari anak bangsa, ISKA terus menerus berkomitmen dalam mendorong dan memberikan pemikiran-pemikiran serta tindakan-tindakan yang menunjukkan pentingnya arti Kebhinekaan,” ujarnya.
Kemudian, pentingnya Pancasila menjadi dasar berbangsa dan bernegara, serta menyatukan segala perbedaan yang ada di antara anak-anak bangsa secara keseluruhan, tetapi tetaplah bersatu dan bekerjasama. Apa wawasan kebangsaan itu yaitu, cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan yang mengutamakan persatuan dan kesatuan.
Tentu dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara, generasi muda harus paham wawasan kebangsaan sebagai kekuatan mempersatukan bangsa.
“Generasi muda diharapkan mampu melestarikan budaya yang telah menjadi karakter bangsa sebagai peran dan kontribusi dalam memberikan kesetaraan serta memberikan bermartabat kemanusiaan di Era Pemerintahan Baru,” ungkapnya.
Menurut Kemenag RI Prof Dr Nasaruddin Umar, MA yang diwakili oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kemenag RI Drs Suparman, S.E., M.Si, rencana kita untuk menggunakan teknologi pelayanan kepada umat melalui internet, jadi kalaupun para umat usaha kesulitan melayani umat didaerah karena medan juga yang berat, maka kita akan coba dengan cara teknologi berbasis internet.
Terkait dengan kolaborasi yang telah bagaimana telah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, terkait penyelesaian persoalan judi online yang judi online tersebut juga merasuk ke seluruh umat Indonesia, termasuk Umat Katolik.
“Ini tentunya tadi saya sampaikan kepada Penjabat Gubernur Sumsel, untuk kita ketahui juga bagaimana kira-kira kita mencoba membuat bicarakan solusi terbaik untuk menghadapi terhadap judi online tersebut,” katanya.
Dilanjutkannya, ISKA sebagai organisasi yang dihuni oleh para intelektual tentunya memikul tanggung jawab besar untuk memberikan dampak signifikan bagi pembangunan bangsa dalam konteks ini. ISKA perlu memper yang unggul, yang hari ini akan kita diskusikan bersama-sama.
Tetapi juga tetap menjunjung dan keagamaan kita semakin perannya Agam dan responsif isu kontemporer, seperti perubahan iklim digitalisasi dan tantangan sosial yang kompleks.
“Kalimat ini mengacu dengan deklarasi Istiqlal sebagaimana yang telah ditandatangani oleh dengan Imam Besar Istiqlal, oleh sebab itu kita juga dalam hal ikut turut serta untuk deklarasi Istiqlal tersebut,” ucapnya.
Begitu juga disampaikan Uskup Agung Palembang dan Kerawam KWI Mgr Yohanes Harun Yuwono, dimana menggambarkan akhir zaman itu seperti zaman edan, dengan sebutan Kolo Tigo Tolo Merdu, Kolo Tigo merupakan zaman tinggal sehat diremehkan, perbedaan antara yang benar dan yang salah, adil dan tidak adil, baik dan buruk, tidak lagi diperhatikan.
Penyalahgunaan kekuasaan merajalela karena terjadi erosi tata nilai di semua lapisan masyarakat. Sedangkan Tolo Merdu suasananya mirip, dimana zaman ini adalah masa dimana penindasan terhadap yang lemah merajalela.
“Ketidakadilan justru didewakan, kemewahan dipertontonkan, sementara itu jeritan orang miskin cenderung tertindas, tidak dihiraukan, penjahat dipandang sebagai pahlawan, dan orang jujur justru ditertawakan serta disingkirkan,” imbuhnya.
Masih dilanjutkannya, singkatnya adalah zaman hancur dan rusaknya kehidupan harmonis bersama karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkir balikkan di zaman edan tersebut digambarkan dengan gejala-gejala alam. Seperti gunung meletus, wabah bencana penyakit, kesengsaraan manusia yang tidak dipikul.
Banyak hujan tetapi tidak pada masanya, salah masanya, manusia semuanya gelisah, banyak yang nandang sakit, banyak yang mengalami sakit. Penyakit pandemi beraneka ragam, hanya orang yang sehat, kebanyakan pada meninggal karena wabah penyakit tersebut.
“Orang benar tapi tidak bisa berbuat apa-apa, orang salah bahagia, orang baik disingkirkan, orang bejat ditampakkan, orang yang tidak baik justru naik pangkat,” bebernya.