Sabtu, Juni 14, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

Tolak Eksekusi Surat Hakim dan Jaksa, Kalapas Perempuan Pontianak Terancam Evaluasi!

Pontianak, 13 Juni 2025 – Proses hukum seorang terdakwa kasus korupsi yang sedang menjalani perawatan sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terhambat setelah Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Pontianak, yang berlokasi di Kabupaten Kubu Raya, menolak melaksanakan perintah pengalihan penahanan yang telah ditetapkan secara sah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dan diperkuat oleh Kejaksaan Negeri Ketapang.

Penolakan tersebut menuai sorotan tajam dari kuasa hukum terdakwa, Dr. Herman Hofi Law, yang menyebut tindakan Kepala Lapas sebagai bentuk pengabaian terhadap sistem peradilan dan dugaan kuat maladministrasi serta penyalahgunaan wewenang.

“Terdapat dua dokumen resmi yang menjadi dasar hukum pengalihan status penahanan dari Lapas ke tahanan kota, yakni surat penetapan dari Majelis Hakim dan Berita Acara Pelaksanaan Penetapan (BA-15) yang dikeluarkan Jaksa Penuntut Umum Kejari Ketapang. Namun anehnya, pihak Lapas menolak melaksanakan perintah tersebut,” tegas Herman.

Menurut Herman, penolakan tersebut tidak hanya tidak berdasar secara hukum, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar peradilan pidana. Ia merujuk pada Pasal 279 KUHAP yang secara tegas mewajibkan semua pihak melaksanakan perintah atau penetapan hakim tanpa kecuali.

Staf Lapas disebut menolak pengalihan penahanan dengan alasan Kepala Lapas mensyaratkan kehadiran fisik Jaksa Penuntut Umum dalam proses serah terima tahanan, meskipun surat resmi telah disampaikan. Kondisi ini, menurut kuasa hukum, tidak hanya mencerminkan kekakuan birokrasi, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang administratif.

“Pengalihan penahanan ini semestinya bisa dilakukan secara administratif. Kehadiran fisik JPU tidak diatur sebagai syarat wajib dalam KUHAP. Apalagi dengan mempertimbangkan jarak geografis Ketapang ke Pontianak, tuntutan tersebut tidak realistis dan hanya menghambat proses hukum,” lanjutnya.

Pihak kuasa hukum juga mengungkapkan bahwa permintaan mereka untuk memperoleh surat penolakan resmi dari Kepala Lapas tidak dipenuhi, yang menurut mereka menambah daftar potensi pelanggaran administrasi dalam kasus ini.

Insiden ini, menurut Herman, menjadi indikator perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kepala Lapas Perempuan Pontianak dan jajarannya. Ia meminta Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Barat, Inspektorat Jenderal Kemenkumham RI, serta Ombudsman Republik Indonesia turun tangan menilai dugaan pelanggaran prosedur dan hambatan terhadap hak-hak hukum terdakwa.

“Ketika surat pengalihan dari pengadilan dan jaksa sudah lengkap, tidak seharusnya Kepala Lapas bersikeras di luar hukum. Penundaan ini bisa berdampak langsung terhadap pemenuhan hak-hak terdakwa sebagai warga negara, terutama karena yang bersangkutan juga dalam kondisi kesehatan jiwa yang serius,” kata Herman.

Meski menyoroti keras sikap Kepala Lapas, pihak kuasa hukum menyampaikan apresiasi terhadap langkah-langkah koordinatif yang telah dilakukan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Pengadilan Tipikor.

“Kami berterima kasih atas respons Kejati Kalbar yang telah memberikan penjelasan langsung kepada pihak Lapas. Namun, sangat disayangkan karena Kepala Lapas tetap bersikukuh dengan keputusannya,” tutup Herman Hofi Law.

Sumber : Dr.Herman Hofi Law (Kuasa Hukum)
Red/ Danil

Popular Articles

Berita Terkait