Jumat, Juni 13, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

Skandal Kabel Tembaga: RJ “Aneh” Bebaskan 18 Tersangka, Penadah Hilang?

Redaksi.co | Jakarta, 11 Juni 2025 – Kasus pencurian kabel tembaga milik PT PLN (Persero) di proyek pembangunan Jalan Tol Ir. Wiyoto Wiyono, Section Harbour Road II, Jalan RE Martadinata, Pademangan Barat, Jakarta Utara, menimbulkan gelombang kontroversi.

Meskipun 18 orang tersangka telah dibebaskan melalui jalur restorative justice oleh Polsek Pademangan, proses tersebut dibayangi sejumlah kejanggalan yang menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan keadilan hukum.

Ke-18 warga tersebut ditangkap atas dugaan pencurian kabel tembaga milik PT PLN yang terjadi di lokasi proyek pembangunan jalan tol tersebut. Namun, pembebasan mereka melalui jalur Restorative justice telah memicu kecaman dari berbagai pihak.

Salah satu poin utama yang dipertanyakan adalah ketidakhadiran para penadah dalam proses hukum. Hingga saat ini, para penadah kabel curian tersebut belum ditangkap, meskipun jelas bahwa kabel yang dicuri tidak mungkin dikonsumsi atau dibuang begitu saja. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik tebang pilih dalam penegakan hukum.

Sebelum Restorative justice diterapkan, seharusnya penadah juga ditangkap dan diproses secara hukum. Ketidakmampuan memisahkan pelaku dan penadah dalam kasus ini menunjukkan kelemahan dalam proses investigasi dan penegakan hukum.

Lebih lanjut, kerugian finansial yang diderita PT PLN dan negara akibat pencurian tersebut belum diungkap secara transparan. Besarnya kerugian dan pihak yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut masih menjadi misteri.

Ketidakjelasan ini semakin memperkuat kecurigaan publik akan adanya ketidakberesan dalam penanganan kasus ini. Minimnya informasi mengenai kerugian negara juga menjadi celah yang memungkinkan terjadinya ketidakadilan.

Proses Restorative Justice itu sendiri juga dipertanyakan transparansinya. Barang bukti kabel tembaga hasil curian tidak pernah dipamerkan kepada publik selama konferensi pers . Ketiadaan transparansi ini menimbulkan spekulasi dan keraguan publik terhadap proses penyelesaian kasus tersebut. Publik berhak mengetahui detail proses Resrorative Justice, termasuk bukti-bukti yang ada, untuk memastikan keadilan tegak.

Kejanggalan lainnya muncul dari pernyataan konsultan proyek PT CMNP, Yudi, yang disampaikan melalui pesan WhatsApp.

“Saya tidak berwenang memberikan pernyataan terkait kasus ini.” Kata Yudi.

Yudi menjelaskan bahwa perannya sebagai konsultan hanya sebatas pengawasan pemindahan aset PT PLN yang terdampak proyek.

Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan perjanjian kerjasama antara PT PLN dan PT CMNP, PT CMNP berkewajiban mengembalikan aset PLN lama yang terdampak proyek (jika memungkinkan) ke gudang PT PLN UPT Pulogadung.

Pernyataan ini justru menguatkan dugaan bahwa Restorative Justice diterapkan pada pihak yang salah. Seharusnya, PT PLN, sebagai pemilik aset yang dirugikan, yang seharusnya menjadi pihak utama dalam proses Restirative Justice, bukan PT CMNP. Pertanyaan pun muncul: untuk kepentingan siapa Restorative Justice ini dilakukan?

Dugaan keterlibatan oknum PLN dalam kasus ini semakin kuat mengingat sejumlah kejanggalan yang muncul. Kurangnya transparansi dalam proses Restorative Justice, ketidakjelasan kerugian negara, dan ketidakhadiran para penadah dalam proses hukum menjadi indikasi kuat adanya upaya untuk melindungi pihak-pihak tertentu.

Lembaga bantuan hukum Chakra Bersatu, melalui pengacara Julianta Sembiring, S.H., M.H., mengungkapkan keprihatinannya atas penanganan kasus ini.

“Polsek Pademangan seharusnya tidak menerapkan tebang pilih dalam penegakan hukum.” Ucapnya, Rabu 11 Juni 2025

Ia juga mempertanyakan mengapa pihak-pihak lain yang mungkin terlibat, seperti oknum PLN atau pihak lain yang terkait dengan proyek, tidak diusut tuntas. Julianta menilai bahwa kasus ini hanya fokus pada pencuri yang tertangkap tangan, sementara pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dibiarkan bebas.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sistem hukum yang cenderung tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Ia mendesak Polda Metro Jaya untuk turun tangan dan memastikan proses hukum berjalan secara adil dan transparan. Kepastian hukum atas peristiwa ini, menurutnya, hanya akan terjawab jika semua pihak yang terlibat diproses secara hukum.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas penegakan hukum di Indonesia. Transparansi dan keadilan dalam proses hukum harus diutamakan untuk mencegah terjadinya ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

Polda Metro Jaya diharapkan dapat menyelidiki lebih lanjut dugaan keterlibatan oknum dan memastikan semua pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawabannya.

 

(AB)

Popular Articles

Berita Terkait