Mamuju, 13 Juni 2025 – Demokrasi bukan sekadar hak untuk bersuara. Ia adalah kewajiban untuk mengawasi. Hari ini, GEBRAK Sulbar turun ke jalan dalam Aksi Jilid II, bukan sekadar untuk membuat gaduh, tapi untuk mengingatkan: hukum bukan milik penguasa, melainkan milik rakyat.
Laporan resmi kami hari ini disampaikan langsung ke Propam Polda Sulbar dan ditembuskan ke Propam Mabes Polri. Isinya tegas: ada indikasi kuat pembusukan institusional di tubuh Polda Sulbar. Kami mencatat dan menyuarakan — bukan menuduh tanpa dasar, tapi membunyikan alarm atas gejala pembusukan yang jika dibiarkan, akan menjadi kanker institusi.
Mari kita bicara fakta, bukan fiksi:Kasus oli palsu, misalnya. Barang bukti melimpah, TKP jelas, gudang diketahui. Tapi garis polisi? Tidak ada. Tersangka? Tidak ada. Proses hukum? Tak berbekas. Seolah-olah yang digerebek adalah angin. Pertanyaannya: hukum sedang ditegakkan, atau disimpan di laci meja?
rokok ilegal. Lagi-lagi, barang bukti ada. Tapi ke mana barang bukti itu sekarang? Hilang seperti integritas dalam birokrasi? Negara dirugikan, tapi tak ada satu pun pihak yang diproses. Apakah hukum sekarang bekerja seperti tukang parkir? Ada uang, aman.
Lebih ironis lagi, dalam rekrutmen calon siswa (casis) Polri, kami menerima pengakuan dari Karo SDM bahwa ada casis yang lolos karena orang tuanya menyumbang tanah ke Polda. Bolehkah tanah ditukar dengan masa depan? Apakah integritas bisa dibarter dengan sertifikat tanah? Kalau ini bukan gratifikasi, mungkin kita perlu kamus baru untuk membaca logika hukum hari ini.
Ini bukan lagi soal kesalahan teknis. Ini soal pembusukan sistematis. Bukan sekadar “ada yang salah”, tapi “yang salah dibiarkan benar”. Kami melihat bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pembiaran moral. Dan ketika institusi hukum tidak lagi bekerja untuk keadilan, maka rakyat berhak mempertanyakannya.
Menjelang akhir masa jabatannya, seharusnya Kapolda Sulbar menunjukkan legacy, bukan ironi. Tapi justru yang kita lihat adalah diam yang berisik: diam terhadap penyimpangan, diam terhadap kejahatan yang berlindung di balik pangkat.
Maka kami, GEBRAK Sulbar, tidak meminta dengan sopan – kami menuntut dengan akal sehat: copot Kapolda dan Wakapolda Sulbar. Adili mereka jika terbukti bersalah. Karena kalau hukum hanya tegak untuk yang lemah, maka itu bukan hukum, itu hanya alat kekuasaan.
Dan jika institusi tak mau dibersihkan dari dalam, maka publik akan membersihkannya dari luar.Ini bukan provokasi Ini adalah bentuk cinta terhadap hukum dan nalar,Rakyat Menggugat demi warasnya republik.