Jember, redaksi.co – Maraknya pemberitaan soal serangan hama tikus yang melanda lahan pertanian di Kecamatan Jombang mendapat tanggapan dari para Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Mereka menyampaikan keberatan terhadap narasi yang berkembang di sejumlah media yang dinilai kurang adil dan tidak sepenuhnya menggambarkan realitas kerja di lapangan (16/06/2025).
“Kami merasa seolah disudutkan. Padahal, kami sudah turun ke lokasi, melakukan penyuluhan, dan melaporkan situasi ke instansi terkait. Tapi kami juga punya keterbatasan. Tidak mungkin PPL bekerja sendirian,” ujar salah satu penyuluh yang enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, sejak serangan hama mencuat, para penyuluh telah menjalankan tugas sesuai prosedur: memantau titik serangan, melakukan edukasi ke petani, hingga menyusun laporan. Namun, permasalahan koordinasi dan jumlah personel yang terbatas membuat gerak mereka belum optimal di semua desa terdampak.
“Kami terbuka terhadap kritik, tapi media juga sebaiknya menyampaikan secara berimbang. Kalau yang ditonjolkan hanya kekurangan kami, masyarakat tidak bisa melihat bahwa kami juga sedang berjuang di lapangan,” lanjutnya.
Penyuluhan Dijalankan, Tapi Dinilai Belum Terukur
Sorotan juga muncul terkait efektivitas penyuluhan yang dilakukan. Salah satu yang menjadi perhatian adalah pernyataan dari Masrul, PPL Desa Padomasan Kecamatan Jombang, yang mengaku telah menyampaikan sosialisasi kepada petani.“Penyampaian sering kami lakukan secara informal di sawah atau di kalah kami sedang bertemu dengan petani,”ucap Masrul.
Hal ini menimbulkan kritik bahwa penyuluhan terkesan administratif dan belum cukup menjangkau kebutuhan riil di lapangan. Di tengah kondisi darurat hama tikus, petani berharap ada pendampingan yang lebih sistematis dan langsung menyentuh kebutuhan mereka.
HIPPA Dinilai Abai, Padahal Punya Peran Strategis
Masrul menambahkan bahwa dalam situasi seperti ini, semua pihak harus bergerak bersama, termasuk Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Ia menilai HIPPA juga punya tanggung jawab dalam menjaga produktivitas pertanian, terutama ketika serangan hama, karena berpotensi menyebabkan gagal panen.
“Kalau hasil panen menurun, itu juga berdampak ke HIPPA. Karena petani tidak bisa menyetor kontribusi, otomatis pemasukan organisasi juga berkurang,” jelasnya.
Namun pernyataan Ketua HIPPA Desa Padomasan, Mail, justru memicu kontroversi.
“Tugas saya hanya mengatur irigasi. Soal hama, itu urusan PPL dan kelompok tani,” kata Mail (ketua HIPPA) ketika di hubungi redaksi.co
Pernyataan ini dinilai mengecewakan, karena masyarakat berharap HIPPA juga peduli terhadap ancaman gagal panen yang berimbas pada ketahanan pangan dan ekonomi petani.
Dorongan Maksimalkan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan
Koordinator PPL tingkat Kecamatan, Murdoso, turut angkat bicara. Ia mendorong pemerintah desa agar benar-benar memanfaatkan alokasi Dana Desa, khususnya 20% yang diperuntukkan untuk ketahanan pangan, untuk mendukung penanganan hama secara konkret.
“Dana itu bisa dipakai untuk membeli pestisida, racun tikus, dan perlengkapan lapangan lain. Jangan hanya difokuskan untuk kegiatan seremonial atau pelatihan semata,” tegasnya.
Murdoso juga menekankan pentingnya kesiap siagaan desa dalam menghadapi serangan hama yang kerap datang tiba-tiba.
“Kami berharap desa punya stok pestisida yang siap pakai. Jangan selalu menunggu bantuan dari atas (Dinas), karena kadang responnya telat. Kalau semua pihak bergerak, dampaknya akan lebih terasa,”pungkasnya (Sofyan).