Minggu, Juni 15, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

Mobil Dinas Baru untuk Kalbar: Antara Isu Sensitivitas Anggaran dan Urgensi Layanan Pemerintahan

Pontianak – Rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menganggarkan pengadaan mobil dinas senilai Rp15 miliar dalam APBD Tahun 2025 ramai menjadi perbincangan di warung-warung kopi. Sebagian warga menilai kebijakan itu kurang sensitif terhadap kondisi infrastruktur daerah yang masih memerlukan perhatian serius.

Namun, Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai polemik tersebut perlu dilihat dalam konteks kebutuhan riil pemerintahan dan tantangan geografis Kalimantan Barat.

“Sebenarnya, hal ini tidak melanggar konsep efisiensi, baik dari perspektif hukum maupun operasional. Justru pengadaan ini dibutuhkan untuk menggantikan kendaraan dinas yang sudah berusia tua,” kata Herman kepada awak, Sabtu, 14 Juni 2025.

Menurutnya, anggapan bahwa pengadaan ini boros anggaran merupakan pemahaman yang keliru terhadap konsep efisiensi. “Efisiensi bukan berarti memangkas semua pengeluaran, melainkan menempatkan anggaran sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, mobilitas pejabat daerah sangat krusial untuk mendorong percepatan pembangunan,” ujarnya.

Kalimantan Barat, kata Herman, merupakan provinsi dengan wilayah yang sangat luas sekitar 1,5 kali lipat Pulau Jawa. Jarak antara ibu kota provinsi, Pontianak, ke Kapuas Hulu setara dengan perjalanan darat dari Jakarta ke Surabaya.

“Kondisi ini membutuhkan sarana transportasi yang layak agar pelayanan publik berjalan optimal,” ucapnya.

Herman juga menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum dalam rencana pengadaan ini. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 3 ayat (1), pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 44 menegaskan bahwa pengadaan barang dan jasa harus berdasarkan kebutuhan nyata.

“Juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76 Tahun 2015 tentang Standar Barang dan Kebutuhan, ketentuan itu sudah jelas. Jadi, dari aspek hukum tidak ada yang dilanggar,” kata Herman.

Ia pun membandingkan pengadaan kendaraan dengan sistem penyewaan, yang menurutnya justru berpotensi memboroskan anggaran dalam jangka panjang. “Jika dibandingkan dengan biaya sewa, membeli kendaraan jelas lebih hemat. Dan bayangkan jika pejabat tak bisa ke lapangan hanya karena tak ada kendaraan. Itu bukan hanya memalukan, tapi menghambat kerja pemerintahan,” tuturnya.

Herman menyarankan publik untuk melihat kebijakan ini secara lebih komprehensif, mengingat konteks geografis, kebutuhan operasional, dan dasar hukum yang menopang keputusan tersebut.

Sumber: Dr.Herman Hofi Law
Red/ Danil.A

Popular Articles

Berita Terkait