LATAR BELAKANG APRESIASI BUDAYA MELAYU RIAU
Pekanbaru – Di tengah derasnya arus globalisasi dan budaya pop yang terus membanjiri ruang digital anak-anak muda, eksistensi budaya lokal sering kali tersisih di ruang-ruang apresiasi publik. Salah satu budaya yang menghadapi tantangan ini adalah Budaya Melayu Riau, warisan luhur yang telah menjadi identitas kultural masyarakat Riau selama berabad-abad.
Budaya Melayu Riau dikenal kaya akan nilai-nilai adab, sastra, seni musik, pakaian tradisional, hingga sistem sosial yang berakar kuat dalam falsafah hidup masyarakatnya. Namun kini, warisan tersebut mulai kehilangan pamor di kalangan generasi muda yang lebih akrab dengan budaya visual global seperti K-pop, tren TikTok, dan game daring.
Menurut Dosen Kebudayaan Universitas Riau, Dr. Zulkarnaen M. Noor, minimnya pemahaman dan rasa memiliki terhadap budaya lokal menjadi salah satu faktor utama lunturnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya Melayu. “Kita harus ingat bahwa budaya bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi fondasi identitas masa depan. Apresiasi budaya berarti merawat jiwa bangsa sendiri,” ujarnya.
Apresiasi budaya tidak hanya penting untuk pelestarian, tetapi juga sebagai benteng pertahanan terhadap krisis identitas. Melalui kegiatan seni tradisi seperti pantun, zapin, silat, dan tenun, masyarakat—terutama generasi muda—bisa merasakan langsung kekayaan nilai, estetika, dan filosofi Melayu yang luhur.
Pemerintah Provinsi Riau sebenarnya telah mendorong sejumlah program, mulai dari Festival Budaya Melayu, muatan lokal Melayu di sekolah, hingga promosi melalui pariwisata digital. Namun, semua itu tidak akan berarti tanpa partisipasi aktif masyarakat.
Di era media sosial dan digitalisasi ini, apresiasi budaya dapat dilakukan secara kreatif: membagikan video tutorial pakaian adat, membuat konten pantun interaktif, hingga mengangkat tokoh-tokoh sejarah Melayu melalui platform YouTube atau Instagram.
Generasi muda, sebagai pewaris masa depan, diharapkan mampu menjadikan budaya Melayu bukan hanya objek nostalgia, melainkan bagian dari gaya hidup yang adaptif dan berkelas. Karena sejatinya, budaya adalah jiwa suatu bangsa. Ketika kita tidak lagi mengapresiasinya, maka kita perlahan kehilangan jati diri kita sendiri.
Penulis :
1. ANNISA DHEA APRILIA (236910125)
2. ARIBAH NAWAR APRIANI (236910606)
3. AULIA MADINA(236910260)
4. Dr. Nurmalinda, S.Kar., M.Pd (nurmalinda@edu.uir.ac.id. )