Redaksi.co, Senin 9 Juni 2025
Batam – Kasus pengeroyokan terhadap DJ Stevie yang terjadi di First Club Batam mulai menemui titik terang. Unit Reskrim Polsek Lubuk Baja berhasil mengamankan dua dari tiga pelaku yang diduga terlibat dalam insiden tersebut. Kedua pelaku merupakan tenaga kerja asing (TKA) asal Vietnam.
Kanit Reskrim Polsek Lubuk Baja, Iptu Noval Adimas, membenarkan penangkapan terhadap dua warga negara asing, yakni Le Thi Huynh Trang dan Nguyen Thi Thu Thao. Keduanya diduga kuat terlibat langsung dalam aksi kekerasan terhadap korban.
“Le Thi Huynh Trang dan Nguyen Thi Thu Thao telah kami amankan. Mereka terbukti melakukan tindakan kekerasan terhadap korban dengan cara memiting leher dan menendang secara berulang kali,” ungkap Iptu Noval dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).
Pihak kepolisian saat ini masih memburu satu pelaku lainnya yang diduga menjadi otak pengeroyokan. Pelaku berinisial M, yang dikenal dengan nama panggung Xiao Mei, juga disebut sebagai salah satu DJ di First Club Batam.
“Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, pelaku M atau Xiao Mei adalah rekan kerja korban di klub tersebut dan diduga sebagai pelaku utama,” tambah Iptu Noval.
Menanggapi kejadian ini, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Batam Madani sekaligus pegiat sosial, Ali Muis (AM), mendesak kepolisian untuk serius menuntaskan kasus ini.
“Kalau memang serius, polisi seharusnya tidak kesulitan menangkap pelaku utama. Apalagi dia dikenal sebagai DJ di tempat yang sama. Tinggal bekerja sama saja dengan manajemen First Club,” ujarnya kepada media ini.
Ali juga mempertanyakan legalitas keberadaan para TKA tersebut, serta meminta agar aparat menelusuri pihak-pihak yang diduga menjadi perantara perekrutan tenaga kerja asing di tempat hiburan malam tersebut.
“Kepolisian harus bekerja sama dengan pihak Imigrasi dan Dinas Tenaga Kerja untuk mengungkap siapa agen atau pihak yang merekrut dan memasukkan TKA ini ke Batam. Ini penting agar jaringan yang bermain bisa terbongkar,” tegasnya.
Menurut Ali, Indonesia—terutama Batam—tidak kekurangan tenaga kerja lokal, khususnya perempuan, untuk mengisi sektor hiburan.
“Batam memiliki banyak SDM perempuan yang potensial. Lalu kenapa harus merekrut TKA? Ini justru menyulitkan dan merugikan,” tambahnya.
Ali berharap kejadian ini menjadi bahan evaluasi bagi Imigrasi dan Dinas Tenaga Kerja agar lebih ketat dalam pengawasan dan penindakan, khususnya terhadap praktik ilegal yang melibatkan tenaga kerja asing.
“Ini bisa disebut sebagai kecolongan. Jika tidak ditertibkan, maka mafia tenaga kerja ilegal akan terus berkembang. Pelakunya harus ditindak tegas sesuai hukum,” tutup Ali.