Senin, Juni 16, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

Dr. Herman Hofi Munawar Kritik KPK: Ketua DPRD Tak Miliki Otoritas Eksekusi Anggaran Proyek Daerah

MEMPAWAH — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mempawah bersama dua aparatur sipil negara (ASN) dari Kementerian Keuangan dalam penyelidikan dugaan penyimpangan proyek peningkatan jalan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mempawah. Namun, langkah KPK ini menuai kritik dari kalangan akademisi.

Pengamat kebijakan publik sekaligus praktisi hukum yang berbasis di Pontianak, Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar, menyebut pemanggilan terhadap mantan Ketua DPRD sebagai langkah yang kurang relevan dalam konteks perkara proyek fisik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Perlu dipahami bahwa Ketua DPRD, sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar), hanya terlibat dalam tahap pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah APBD yang diajukan oleh eksekutif. Setelah disahkan, tanggung jawab penuh ada di tangan pengguna anggaran, dalam hal ini organisasi perangkat daerah seperti Dinas PUPR,” ujar Herman, Senin, 16 Juni 2025.

Menurut Herman, pemanggilan terhadap unsur legislatif menjadi tidak tepat jika konteksnya adalah pengusutan penyimpangan pada pelaksanaan teknis proyek. Sebab, kata dia, Ketua DPRD tidak memiliki otoritas dalam pelaksanaan maupun pengendalian anggaran di lapangan.

“Kalau ingin menelusuri dugaan mark-up atau penyalahgunaan dana proyek, fokus seharusnya diarahkan ke pelaksana anggaran, bukan ke Ketua DPRD. Keterlibatan legislatif dalam penganggaran tidak identik dengan pelaksanaan fisik,” katanya.

Herman juga menyinggung fungsi pengawasan DPRD yang menurutnya bersifat umum dan kolektif, bukan teknis. Ia menambahkan bahwa urusan teknis dan pengawasan internal semestinya menjadi kewenangan Inspektorat Daerah.

“Seharusnya KPK menggali informasi dari Inspektorat Mempawah atau Ketua Komisi II DPRD yang memang membidangi infrastruktur. Bukan dari Ketua DPRD yang perannya lebih pada level kebijakan strategis,” ucapnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya edukasi publik mengenai batas kewenangan lembaga legislatif daerah. Banyak masyarakat, kata dia, masih keliru memahami bahwa Ketua DPRD memiliki kuasa eksekutif atas proyek-proyek daerah.

“Padahal tidak demikian. Ketua DPRD tidak bisa memerintahkan proyek, mencairkan anggaran, atau menunjuk pelaksana. Fungsi dan posisinya tidak pada ranah eksekusi,” tutur Herman.

Karena itu, Herman menilai pemanggilan Ketua DPRD oleh KPK dalam kasus ini berisiko mengaburkan batas-batas fungsi lembaga negara.

“Langkah KPK memanggil Ketua DPRD dalam konteks dugaan penyimpangan proyek PUPR ini kurang tepat sasaran,” pungkasnya.

Sumber : Dr.Herman Hofi Law
Red/Kalbar

Popular Articles

Berita Terkait