Redaksi.co, Prabumulih – Dugaan pemerasan terhadap seorang penjual minyak curah di Prabumulih, yang melibatkan tiga sahabat Ikatan Wartawan Online (IWO) dari Ogan Ilir dan Prabumulih, kembali mencuat di tengah sorotan publik. Kasus ini, yang disidangkan di Ruang Sidang Tirta Pengadilan Negeri Prabumulih, menempatkan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat IWO Indonesia, NR. Icang Rahardian, SH, MH, dalam posisi ganda sebagai penasihat hukum bagi terdakwa. Perkara ini mengungkap serangkaian dugaan ketidak sesuaian dalam penyusunan dakwaan, kredibilitas saksi, dan potensi konflik kepentingan yang mengganggu integritas proses peradilan.
Persidangan kedua pada 3 Maret 2025 ini mencuat setelah dokumen resmi, termasuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dakwaan, terungkap adanya kemiripan mencolok antara kedua dokumen tersebut. Dalam perkara Nomor 16/Pid.B/2025/PN Pbm (tersangka Sandi dan Ichsan) dan Nomor 17/Pid.B/2025/PN Pbm (tersangka Fajar), dakwaan yang disusun diduga merupakan hasil salinan langsung dari BAP. “Seharusnya majelis hakim memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan esensi keberatan. Dalam BAP dan dakwaan, padahal dakwaan adalah intisari dari BAP. Ini yang sangat penting untuk diperjelas,” tegas NR. Icang Rahardian. Pernyataan ini menimbulkan keraguan mengenai validitas data yang menjadi dasar dakwaan, sehingga memicu pertanyaan serius mengenai objektivitas penyusunan berkas perkara.
Salah satu isu krusial yang mencuat adalah kredibilitas saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketua Umum NR. Icang mengkritik penampilan para saksi yang tidak memenuhi standar verifikasi, di mana identitas mereka dipertanyakan karena tidak dilengkapi dokumen resmi seperti KTP. “Saya sangat keberatan dengan saksi yang dihadirkan. Mereka tidak membawa KTP, dan menurut keluarga terdakwa, saksi-saksi tersebut tidak dikenal secara pribadi. Seharusnya JPU yang bertanggung jawab memastikan identitas saksi,” ujarnya. Selain itu, tampak pula saksi yang hadir dengan penampilan yang tidak profesional, misalnya mengenakan pakaian yang tidak layak seperti celana koyak dan sandal jepit. Temuan ini menguatkan keraguan atas integritas proses pemeriksaan saksi, yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam penegakan hukum.
Dalam rangka menguak lapisan-lapisan dugaan kecurangan, NR. Icang juga mengungkap adanya potensi konflik kepentingan di antara saksi. Salah satu saksi diduga memiliki hubungan keluarga dekat dengan pelapor, yang secara otomatis menurunkan nilai obyektivitas kesaksiannya. “Dalam hukum pidana, saksi haruslah orang yang melihat, mendengar, dan mengalami langsung kejadian. Jika mereka hanya saksi berdasarkan hubungan dengan pelapor, maka kredibilitasnya patut dipertanyakan,” jelas Icang. Hal ini didukung oleh dokumen pendukung yang memuat kronologi pemeriksaan, di mana identifikasi saksi dipresentasikan secara seragam layaknya salinan copy-paste, menimbulkan tanda tanya atas orisinalitas bukti yang dihadirkan.
Fakta yang terungkap menyatakan bahwa kasus bermula pada Maret 2024, ketika seorang penjual minyak curah di Prabumulih dilaporkan menjadi korban pemerasan. Dalam investigasi lapangan, ketiga sahabat IWO ditemukan berupaya mengungkap praktik kecurangan yang mencurigakan. Dokumen pengaduan menyebutkan bahwa seorang pengusaha minyak curah bernama Alwi Adam diduga menyanggupi akan memberi uang sebesar satu juta rupiah kepada ketiga wartawan untuk mencegah kasusnya terekspos ke publik. Dugaan pembayaran tersebut menimbulkan tanda tanya mengapa seorang pengusaha harus merasa terintimidasi jika usahanya berjalan sesuai hukum. Temuan ini membuka dimensi baru, yakni praktik korupsi dan potensi intimidasi yang dapat menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

Di balik ketegangan persidangan, muncul pula unsur human interest melalui solidaritas komunitas IWO. Dukungan moral dari rekan-rekan wartawan, terutama dari DPW dan DPD wilayah Sumatera Selatan, semakin menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga cerminan integritas profesi pers. Rencana aksi damai yang dijadwalkan pada Senin, 10 Maret 2025, di halaman Pengadilan Negeri Prabumulih, merupakan wujud nyata dukungan untuk menuntut keadilan yang transparan dan objektif. “Kami mohon doa dari semua pihak. Aksi damai ini merupakan wujud upaya kami mengawal proses peradilan agar keadilan ditegakkan secara seadil-adilnya,” ungkap Icang dengan penuh keyakinan. Aksi tersebut diharapkan dapat memberikan tekanan moral agar setiap celah dalam proses persidangan segera ditutup dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan kembali terjaga.
Beberapa pakar hukum independen yang mengamati jalannya sidang menekankan pentingnya verifikasi data dan keabsahan bukti dalam setiap proses peradilan. Seorang ahli hukum menyatakan, “Keabsahan bukti dan identitas saksi merupakan pondasi utama dalam setiap proses peradilan. Setiap celah dalam verifikasi dapat mengganggu integritas putusan hakim.” Analisis ini diperkuat oleh rekaman sidang dan dokumen persidangan yang menunjukkan adanya pola penyusunan dakwaan yang seragam, sehingga menimbulkan pertanyaan mendasar tentang profesionalisme aparat penegak hukum. Para pakar mendesak agar pihak kepolisian dan kejaksaan meningkatkan transparansi dalam proses identifikasi saksi, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi mengacaukan putusan akhir.
Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan sahabat IWO ini tidak hanya mencoreng citra aparat hukum, namun juga menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem peradilan. Data, dokumen persidangan, dan rekaman visual yang telah diperiksa secara mendalam menunjukkan adanya ketidak sesuaian prosedural yang harus segera diperbaiki. Tekanan publik semakin meningkat agar setiap aspek proses hukum diteliti dengan cermat dan setiap celah yang muncul diusut tuntas. Dalam konteks ini, peran media sebagai pengawas dan pemberi informasi yang obyektif menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa setiap putusan yang diambil mencerminkan keadilan secara menyeluruh.
Menjelang sidang selanjutnya yang dijadwalkan pada 10 Maret 2025, seluruh mata publik dan pengamat hukum menantikan keputusan yang dapat mengungkap secara tuntas dugaan pemerasan dan ketidaksesuaian proses hukum. Meski tekanan dari berbagai pihak sangat kuat, NR. Icang dan komunitas IWO berkomitmen untuk terus mendampingi proses peradilan dengan prinsip legalitas dan keadilan. “Hak asasi terdakwa harus dijunjung tinggi, dan setiap prosedur dalam persidangan harus dilakukan secara profesional tanpa ada intervensi yang merugikan pihak manapun,” tegas Icang dalam pernyataannya.
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi aparat penegak hukum, melainkan juga cermin bagi integritas profesi pers dan keadilan sosial. Solidaritas komunitas wartawan, didukung oleh analisis para pakar hukum dan data resmi, mempertegas bahwa proses pengadilan haruslah bersih dari praktik-praktik yang meragukan. Langkah perbaikan yang mendasar diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik serta menjamin bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebenaran dan keadilan.
Dengan berbagai fakta dan data yang telah terungkap, tekanan untuk mengusut tuntas setiap indikasi ketidaksesuaian dalam proses persidangan semakin kuat. Masyarakat dan seluruh elemen hukum kini menantikan kejelasan yang akan muncul dalam sidang mendatang, demi terwujudnya sistem peradilan yang adil, transparan, dan profesional.
(Tim)
Baca Juga: Operasi Kilat Polres Lahat Ungkap Modus Transaksi TPPO di Era Digital