RIBUAN HONORER LOMBOK BARAT SIAP TURUN KE JALAN, TOLAK KEBIJAKAN PHK MASSAL
Lombok Barat — Redaksi.co.
Gelombang perlawanan rakyat dan tenaga honorer di Kabupaten Lombok Barat kian membesar. Ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat, LSM, NGO se-NTB, hingga media online dan cetak dijadwalkan akan turun ke jalan pada Jumat, 31 Oktober 2025, dalam aksi besar menolak keputusan Bupati Lombok Barat yang akan merumahkan (PHK) 2.046 tenaga honorer di lingkup pemerintah daerah.
Aksi ini akan dipusatkan di depan Kantor Bupati Lombok Barat mulai pukul 14.00 WITA hingga selesai, dengan titik kumpul di depan Kantor Inspektorat Lombok Barat. Peserta aksi membawa sound system, ban bekas, dan bendera perjuangan sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai menindas rakyat kecil.
Gerakan ini digalang oleh Gabungan Aktivis Lombok Barat, DPP KASTA NTB, dan para honorer daerah yang merasa hak serta pengabdian mereka diabaikan oleh pemerintah daerah.
Dalam keterangan persnya, Erwin Ibrahim, selaku Ketua WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat) menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berperikemanusiaan.
> “Kami tidak turun ke jalan untuk mencari perhatian, tapi untuk menuntut keadilan. Ribuan honorer ini adalah tulang punggung pelayanan publik. Mereka bukan beban, tapi pejuang yang telah lama berkorban tanpa kepastian. Pemerintah seharusnya melindungi, bukan menyingkirkan mereka,”
— Erwin Ibrahim, Ketua WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat)
Sementara itu, Asmuni, Ketua Gabungan LSM Lombok Barat, menilai keputusan Bupati Lombok Barat yang akan mem-PHK ribuan honorer adalah kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan sangat melukai rasa keadilan sosial.
> “Kebijakan ini jelas mencederai nurani publik. Jangan jadikan alasan efisiensi untuk menyingkirkan rakyat kecil. Jika pemimpin sudah tak bisa memanusiakan manusia, maka wajar rakyat turun ke jalan menuntut haknya,”
— Asmuni, Ketua Gabungan LSM Lombok Barat
Asmuni juga menegaskan, aksi ini bukan bentuk anarkisme, melainkan panggilan moral untuk mengingatkan pemerintah bahwa kekuasaan sejati berada di tangan rakyat.
> “Kekuasaan tertinggi bukan di tangan Bupati, tapi di tangan rakyat. Jika rakyat bersatu, maka tidak ada penguasa yang mampu berdiri di atas penderitaan rakyatnya,” tegasnya.
Para penggagas aksi berharap agar pemerintah daerah segera membuka ruang dialog dengan perwakilan honorer, aktivis, dan LSM untuk mencari solusi terbaik. Mereka mengingatkan bahwa diam berarti membiarkan kezaliman terus berjalan.
Dengan semangat “Bangkit Melawan atau Diam Tertindas,” aksi ini akan menjadi momentum kebangkitan masyarakat Lombok Barat dalam memperjuangkan hak-hak sosial dan keadilan bagi tenaga honorer yang terancam diberhentikan.
—
🖋️ Redaksi.co
📖 Read : Abach Uhel
—
