Pakar Soroti Akar Krisis Agraria, Reforma Kehutanan Didorong Berbasis Hak Rakyat

0
39

Redaksi.co, Jakarta | Krisis agraria dan ekologis di Indonesia dinilai semakin mengkhawatirkan dan membutuhkan penanganan menyeluruh. Hal tersebut mengemuka dalam Lokakarya dan Konsolidasi Nasional bertajuk “Memulihkan Krisis Agraria dan Ekologis Melalui Aksi Bersama Reforma Agraria Kehutanan Sesuai Mandat TAP MPR IX/2001” yang digelar di Artotel Gelora Senayan, Jumat (19/12).

Majelis Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin, menegaskan bahwa persoalan agraria dan kehutanan bersumber dari cara pandang negara yang melihat alam sebagai sumber daya untuk dieksploitasi, bukan sebagai kekayaan alam yang harus dikelola demi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Menurutnya, dominasi pendekatan ekonomi kapitalistik telah melahirkan tata kelola yang terfragmentasi, melemahkan pengakuan hak rakyat, serta memicu konflik agraria dan kerusakan hutan. Kondisi tersebut berdampak langsung pada kemiskinan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Reforma agraria kehutanan menjadi kunci pemulihan krisis, dengan menempatkan masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai subjek utama pengelolaan hutan. Secara konstitusional, masyarakat memiliki hak eksklusif atas hutan, dan saat ini perjuangan difokuskan pada pemenuhan hak-hak tersebut secara nyata oleh negara.

“Hutan seharusnya dipahami sebagai ruang demokratis. Perencanaan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatannya mesti melibatkan masyarakat yang hidup turun-temurun di dalamnya, karena merekalah subjek utama pengelolaan,” jelasnya.

Lokakarya ini juga menjadi ruang konsolidasi gerakan masyarakat sipil untuk mendorong pelaksanaan TAP MPR IX/2001, termasuk penyelesaian konflik agraria dan penguatan kelembagaan reforma agraria secara berkelanjutan.