Jember, redaksi.co – Kasus hilangnya Badrus Soleh, siswa SMK Perikanan dan Kelautan Puger, Jawa Timur, yang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di atas KM Harapan Srijaya GT 96, masih menyisakan sejumlah tanda tanya besar di masyarakat. Melalui surat resmi bernomor 422/185/413.26.2052375/2025 tertanggal 17 Juni 2025, pihak sekolah menyatakan tidak ditemukan unsur pidana dalam peristiwa tersebut.
Kesimpulan ini, menurut surat tersebut, merujuk pada hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan penyidikan oleh Tim INAFIS Polres Pati serta Polairud Juwana, Jawa Tengah. Pemeriksaan disebut dilakukan terhadap 26 Anak Buah Kapal (ABK), 16 kadet siswa PKL, orang tua korban, keluarga, serta Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger, yang dilakukan pada Senin, 16 Juni 2025, di Kantor Polairud Juwana.
Namun, kecepatan proses tersebut—dilaksanakan hanya dalam satu hari dengan banyaknya jumlah pihak yang diperiksa—menimbulkan kejanggalan. Apalagi, lokasi hilangnya Badrus dilaporkan terjadi di perairan Masalembu, wilayah hukum Polres Sumenep, Jawa Timur, namun olah TKP dan penyidikan dilakukan di Juwana, Pati, Jawa Tengah.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Sekolah SMK Perikanan dan Kelautan Puger, Drs. H. Kuntjoro Basuki, M.Si, tidak membuahkan hasil. Saat didatangi ke kantornya pada Senin pagi, 23 Juni 2025, ia disebut sedang berada di luar kota oleh petugas keamanan sekolah.
Minimnya penjelasan publik dari pihak sekolah membuat pertanyaan-pertanyaan terus bergulir:
1. Bagaimana kronologi lengkap hilangnya Badrus?
2. Kapan dan bagaimana pencarian dilakukan?
3. Mengapa kapal tidak segera bersandar pasca kejadian?
4. Mengapa penyidikan dilakukan di Juwana jika lokasi hilang di Masalembu?
5. Apa dasar menyatakan tidak ada unsur pidana hanya dalam satu hari?
6. Di mana dokumen resmi hasil penyidikan dan kronologi rinci?
7. Bagaimana legalitas pelayaran yang membawa siswa magang?
8. Bagaimana bentuk kontrak kerja sama sekolah dengan pihak perusahaan pemilik kapal?
Surat edaran resmi dari pihak sekolah menyampaikan enam poin kesimpulan, di antaranya:

Tidak terdapat unsur pidana seperti kekerasan atau perundungan.
Keluarga menyatakan ikhlas dan tidak menuntut secara pidana maupun perdata.
Santunan senilai Rp 40 juta telah diserahkan kepada keluarga.
Perusahaan akan mengurus asuransi.
Kapal kembali melanjutkan aktivitas melaut.
Sayangnya, surat tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen pendukung penyidikan maupun kronologi kejadian. Tidak ada penjelasan rinci kapan, di mana, dan bagaimana Badrus bisa hilang, serta upaya pencarian yang dilakukan.
Upaya konfirmasi juga tengah diarahkan kepada Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Jember, Sugeng Trianto, serta Kepala Seksi SMK, Muhammad Khotib. Keduanya terlibat dalam pendampingan keluarga korban saat bertemu dengan pemilik kapal, Direktur PT Pancuran Samudra Nusantara, di Pelabuhan Juwana pada 24 Mei lalu.

Sebagai informasi, Badrus Soleh terakhir kali diketahui berada di atas KM Harapan Srijaya saat kapal berlayar sejak 1 Mei 2025. Ia dilaporkan hilang pada dini hari 18 Mei di perairan Masalembu. Pihak keluarga baru mendapat kabar resmi pada 19 Mei dan menyusul ke Pelabuhan Juwana lima hari setelahnya.
Rangkaian kejadian yang begitu cepat diakhiri dengan surat kesimpulan yang minim lampiran membuat publik meragukan transparansi dan akuntabilitas penanganan kasus ini. Kasus Badrus Soleh bukan hanya menyangkut satu nyawa, tapi juga menyangkut keselamatan siswa-siswa lain yang mengikuti program PKL serupa, serta kredibilitas lembaga pendidikan vokasi kelautan di Indonesia. (yan)







