Redaksi.co – PALI, 19 Januari 2025
Di balik keberadaan pasar malam di Desa Raja Barat yang meria ada beberapa masyarakat sekitar yang mengeluh lantaran beberapa nara sember mengatakan kepada media, Salasatu warga Desa Raja Barat Kecamatan Tanah Abang Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (Pali)dari beberapa Nara sumber satu yang minta di sebut namanya, “Agusohar (Guo) beliau mengatakan “Seharusnya pihak dari kepengurusan pasar malam mengadakan sosialisasi dengan masyarakat sekitar sebelum pasar malam itu di mulai agar terjalin silaturahmi yang baik terutama pihak pasar malam tidak beradaptasi langsung dengan warga sekitar meskipun suda ada pemerintah yang mengkanter semua itu seperti yang di katakan Wili. “Agusohar menjelaskan.-
“Salahsatu contoh tidak adanya sosialisasi dan tidak beradaptasi, pengurusan pasar malam itu sangat terkesan merajalela dan mempermudah segala urusannya demi kelancaran bisnisnya, seperti tempat mereka mendirikan keramaian, itu adalah lapangan milik sekolahan, mungkin tidak mengganggu siswa siswi sedang belajar kerena mereka hanya mengadakan keramayan di malam hari tapi peralatan mereka tetap di sana selama satu bulan siang dan malam, artinya selama satu bulan itu pula lapangan sekola tidak bisa di pakai oleh anak sekola,? apa itu tidak mengganggu namanya “sambung Agusohar penuh tanya.
“Dan lagi, pasar malam itu di dirikan di tenga permukiman masyarakat bukan di tempat lapangan kusus, seharusnya mereka mengadakan sosialisasi sebelum keramayan di mulai, karena meskipun itu namanya hiburan tapi pengartian yang sesungguhnya adalah sebua ajang bisnis, segala bentuk yang ada di sana adalah Sebua permainan yang menghibur dan di senangi supaya di minati banyak orang, dan dari permainan yang kita senangi itulah mereka mendapatkan sejumlah uang maka itula namanya bisnis. Maka dari itu saya ceritakan detail agar tidak di katakan saya iri atas rezeki orang tapi itu bisnis kenapa masyarakat sekitar hanya mendapat kebisingan, akses jalan lintas dan jalan ke ruma ruma penduduk terganggu sementara mereka ramai oleh pengunjung yang berkendara mobil dan motor parkir di tengah jalan umum bahkan sampai ke jalan jalan lingkar Desa tapi tidak semua warga sekitar di ajak jaga parkir adapun yang ikut itu mereka yang menghadap perangkat Desa bukan di sosialisasikan oleh pengurus pasar malam itu sendiri “tambah Agusohar.
“Adapun masyarakat sekitar sedikit mendapat ke untungan di sana karenah menjaga parkir motor dan mobil, namun tidak dari manajemen pasar malam itu sendiri, bisa di bilang yang mengadakan pasar malam itu tidak berpotensi, kenapa di bilang begitu…karena kalau berpotensi banyak tempat yang lebih layak seperti “lapangan bola kaki umum Desa Raja Induk dan kalau perlu cari lapangan milik pribadi kalau perlu sewa pakai,? bukan di tempat sekolah bahkan kabar yang sumbernya kami rahasiakan ada yang mau pakai WC sekolah selama pasar malam itu di sana untuk keperluan semua karyawan pasar malam, apa itu tidak lucu namanya, “tutur Agusohar sambil mengakhiri cerita detailnya.
Mengenai keterangan Agusohar media sendiri pernah membuktikan sendiri kebenaran itu, media perna mendatangi Wili, beliau adalah kordinator pasar malam, kala itu media di dampingi warga sekitar membuka cerita mau Mita keterlibatan atau tepatnya jual jasa, namun Wili hanya menjawab “Maaf pak kami hanya butu orang melayani penjualan di warung kami “jawab Bili.
Sementara di tempat yang berbeda media mendapatkan informasi kalau Wili suda memberikan sejumlah uang senilai Rp 9.000.000 (sembilan juta rupiah) menurut informasi uang tersebut di berikan Wili kepada kepala Desa jika dugaan uang tersebut untuk keperluan PK kenapa Wilih tidak mengatakan kalau urusan PK suda di kordinatori oleh kepala Desa,? bukankah yang mengatur segala urusan dan menentukan nominal gaji itu kordinator namanya, Wili sebagai pelaksana keramayan tidak bijak apalagi mau sosialisasi di duga Wili jual koneksi Kepala Desa demi kelancaran bisnisnya untuk itu kepala sekolah harus menentukan sikap selama satu bulan bukan waktu yang singkat, apakah hanya demi ajang bisnis yang bertopeng hiburan dan keramayan kualitas anak didik jadi korban.
Singkatnya, maksut Agusohar memang benar adanya, mungkin tidak ada salanyah juga kalau si pemilik keramayan atau pemilik bisnis beradaptasi dan bersilaturahmi kepada warga sekitar sebelumnya karenah arti bising itu di sebutkan dalam bahasa daerah “rengam” karenah itu selain banyak pengunjung semua karyawan pasarmalam mengunakan pengeras suarah dan di sertai musik yang volumenya cukup tinggi jadi dengan bersosialisasi secara tidak langsung bisa di katakan izin lingkungan
Karena perlu di ketahui hukum tertinggi itu adalah rakyat, jadi kalaupun suda ada izin keramayan dari kepolisian dan ada izin dari kepala Desa tidak ada salahnya izin juga kepada warga yang rumahnya di sekitaran keramaian jangan hanya senang sewaktu menghitung uang rakyat Indonesia di sekitar situ hanya mendapat rasa di kurangi kemerdekaan nya karenah sebagian dari masyarakat ada yang menggigit jari.
Bahkan ada warga sekitar bercerita ada salasatu warga yang rumahnya di sekitaran pasar malam menanyakan tentang Kebisingan, tapi ia hanya mendapat jawaban tidak seperti yang di harapkan nya bahkan mendapat jawaban tidak enak sampai terjadilah perang mulut.
Rakyat kecil tidak tau kontribusi yang katanya di pemberitaan yang suda terbit kemaren “pak Wilih mau meningkatkan UMKM bahkan rakyat tidak banyak yang tau apa arti dan tujuan UMKM, rakyat kecil hanya berpikir logika, jangankan memikirkan hal yang besar memikirkan hal terkecil saja seperti warga sekitar keramayan saja mereka tidak.?
Sebaliknya berita ini di tulis berdasarkan narasumber bukan opini penulis untuk mengajak kebencian kepada keramaian dan pemerintah bahkan sewaktu Agusohar bercerita banyak saksi dari warga yang mendengar, sengaja di jelaskan agar bagi yang tidak percaya boleh di cari kebenaranya dan bole di analisa tentang kebenaran cerita tentang izin lingkungan.
Di kutip dari Penulis : Ansori (Toyeng)