Jember, redaksi.co – Dugaan kuat terjadinya malpraktik administrasi dalam penerbitan akta hibah tanah mencuat di Desa Bagorejo, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember. Laporan Masyarakat Nomor: LM/988/XII/2022 mengungkap adanya pengalihan hak atas tanah tanpa persetujuan seluruh ahli waris. Praktik ini dinilai berpotensi menimbulkan konflik agraria dan mencederai prinsip keadilan.
Nama Denok Indra Lestari menjadi sorotan dalam kasus ini. Ia diduga mengalihkan hak atas tanah milik Hj. Sugiarti yang terletak di wilayah Desa Bagorejo dan Desa Purwoasri secara sepihak. Padahal, masih terdapat ahli waris lain yakni Dewi Indra Nirmala dan Agil Dwi Fandra yang mengaku tidak pernah mengetahui atau menyetujui proses hibah tersebut.
“Saya bagian dari ahli waris, tapi tidak pernah dilibatkan atau diberi tahu soal adanya hibah itu. Tahu-tahu sudah terbit akta atas nama orang lain. Kami berharap proses hukum berjalan transparan, tanpa praktik-praktik kotor yang merampas hak rakyat kecil di balik meja administrasi,” ujar Dewi, dengan nada kecewa.
“Kami menuntut keadilan. Ini bukan semata soal warisan, tapi juga soal harga diri dan hak konstitusional kami sebagai warga negara,” tambahnya.
Kejanggalan semakin mencuat setelah Supriyadi, staf PPATS Kecamatan Gumukmas, mengonfirmasi bahwa akta hibah atas nama Denok telah dibatalkan melalui notaris. Namun pembatalan itu dilakukan diam-diam, tanpa adanya tembusan resmi kepada PPAT penerbit maupun Pemerintah Desa Bagorejo.
“Tidak ada pemberitahuan atau tembusan ke kami. Padahal, secara administratif ini penting dan harus dicatat,” tegas Supriyadi.
Ia juga mengungkap bahwa pada 2017, seorang perangkat Desa Bagorejo mengajukan berkas mutasi tanah atas nama Hj. Sugiarti, diduga untuk proses hibah kepada anak perempuannya, Denok. Dalam berkas tersebut terlampir Surat Keterangan Ahli Waris yang menyatakan bahwa Hj. Sugiarti hanya memiliki satu anak.
Namun, fakta berbicara lain. Hj. Sugiarti diketahui memiliki dua anak dari pernikahannya dengan almarhum Ruswandi: Iwan Indrayanto (almarhum) dan Denok Indra Lestari
“Ada dugaan surat ahli waris itu dibuat dengan informasi palsu. Ini bisa menyesatkan proses hukum dan merugikan ahli waris lainnya,” tambah Supriyadi.
Kasus ini kini menimbulkan sejumlah pertanyaan serius:
* Apakah akta hibah tersebut diterbitkan sesuai prosedur hukum yang berlaku?
* Mengapa pembatalan akta dilakukan tanpa pemberitahuan resmi?
* Adakah upaya sistematis untuk menutup- nutupi kesalahan administrasi?
Bayu, suami dari Dewi Indra Nirmala dan kakak ipar Agil Dwi Fandra, mendesak aparat penegak hukum agar tidak tinggal diam. Ia menilai praktik semacam ini rawan terjadi di tingkat desa akibat lemahnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan data pertanahan.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi menyangkut hak waris keluarga kami yang dirampas secara diam-diam,” tegas Bayu.
Menanggapi laporan tersebut, Ipda Harry Sasono, S.Tr.K., Kanit Pidter Satreskrim Polres Jember, menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil seluruh pihak yang terkait.
“Kami akan mengumpulkan keterangan dan dokumen pendukung. Jika ditemukan cukup bukti, akan digelar perkara untuk menentukan apakah ada unsur pidana atau hanya masuk ranah perdata,” jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak notaris maupun PPAT yang terlibat dalam penerbitan dan pembatalan akta hibah tersebut. Pihak keluarga berharap kasus ini menjadi momentum untuk penegakan hukum yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat kecil (Sofyan).