Ini Lukisan Tinta Sudirman, Pegiat GSM Sumsel Selepas Ngobras di OKU Timur Sumsel

0
148
SC zoom meeting Ngobras GSM OKU Timur & photo Sudirman Pengawas Sekolah Disdikbud Oku Timur. (Sumber : Editing canva oleh Ariyanto Mohammad Toha)
Screen shoot zoom meeting Ngobras GSM OKU Timur & photo Sudirman Pengawas Sekolah Disdikbud Oku Timur. (Sumber : Editing canva oleh Ariyanto Mohammad Toha)

Baru-baru ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten OKU Timur melakukan gebrakan yang terbaru yakni memfasilitasi para Kepala Sekolah SD dan SMP untuk melakukan pelatihan di Yogya dan Solo. Sekali lagi ini pelatihan ya bukan sekadar jalan-jalan apalagi hura-hura. No way, Bro. Lamanya perjalanan tersebut sekitar 5 sampai 6 hari. Rombongannya terdiri dari 2 ronde, ronde pertama dan ronde kedua. Satu ronde rombongan terdiri dari hampir 200 Kepala Sekolah. Begitulah kira-kira.
Apa yang didapatkan di sana? GSM, Gerakan Sekolah Menyenangkan. Apakah selama ini di OKU Timur Sekolahnya Tidak Menyenangkan? Belum tentu juga. Saya pikir sudah menyenangkan kok, sesuai dengan perspektifnya masing-masing. Cuma, selama ini kita belum menyadarinya sepenuh hati, mendidik dan mengajar juga masih setengah hati, entahlah yang setengah hatinya lagi kemana?
Bersama Pak Rizal dan Team, peserta kita digembleng dengan sangat menarik dan menyentuh hati. Banyak yang merasa baru terlahir kembali sebagai guru. Ada harapan dan cita-cita yang tinggi untuk kembali mengabdi di OKU Timur dengan sepenuh hati. Terima kasih Pak Rizal dan kawan-kawan GSM semua. You are the best. Semoga kami bisa menjadi guru yang dirindukan oleh siswa kami.
Di samping itu para peserta di ajak berziarah ke Makam Ki Hajar Dewantara. Mengapa? Ada apakah di sana dan untuk apa sih? Ya, kok tanya saya, inikan tergantung rasa yang didapatkan oleh pesertanya sesuai dengan kebutuhannya. Bagi yang biasa saja, ziarah ke Ki Hajar Dewantara sekadar untuk ikut-ikutan aja karena ini program Dinas, lihat-lihat aja, gitu. Ada yang makomnya lebih tinggi, selain ziarah dia juga mengambil ibroh dari perjalanan ini, bahwa sebagai pendidik jika meninggal nanti, yang ditinggalkan adalah jejak langkah kita selama masih hidup. Sebagai pendidik yang ditinggalkan adalah ilmu dan amal kita selama menjadi guru itu apa? Apakah orientasinya sekadar sertifikat, gaji dan sertifikasi semata? Ataukah ada yang lebih mulia dari itu? Maka jejak langkah hidup Ki Hajar Dewantara menjadi penyemangat para peziarah untuk menjadi pendidik yang memanusiakan manusia, mendidik dengan hati, menjadi contoh bagi murid-muridnya, mendampingi potensi masing-masing peserta didiknya supaya maju dan berkembang, memotivasi siswanya untuk terus belajar dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Pembelajaran terbesar dari Bapak Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Bukan sekadar ing ngarso sung kurikulum, ing madyo mangun administrasi, tut wuri regulasi ya?
Perjalanan selanjutnya para Kepala Sekolah ke PT Intan Pariwara. Di sini mereka dibekali oleh profesor tentang pengembangan diri. Hakikatnya ketika ke PT Intan Pariwara, sebagai penerbit lawas dan terbesar di Indonesia, idealnya para peserta terbuka untuk menjadi pendidik yang “kutu buku”. Guru yang tak pernah berhenti membaca buku, membaca alam, membaca dunia dan seisinya.
Apa tindak lanjut dari perjalanan ini? Aktif di GSM jawabannya. Di sini kita belajar berdialog dengan siapa saja, dari mana saja. Di sini kita tidak melihat latar belakangnya sebagai apa, karena kita mempunyai visi yang sama, yakni memanusiakan manusia melalui ruang ketiga atau metode dialogis. Di sini kita belajar bukan hanya menjadi narator tapi juga belajar untuk mendengarkan. Bukankah Tuhan menciptakan kita dua telinga, dua mata, dan satu mulut supaya kita banyak mendengar, melihat daripada berbicara?
Di GSM, kita ada seleksi alam. Siapa yang semangat untuk belajar maka dia akan terus bersama, dan siapa yang sekadar ikut-ikutan apalagi merasa “terpaksa” maka dia akan runtuh dengan sendirinya. Siapa yang rugi? dan siapa yang dirugikan?
Di GSM, kita tak ada sertifikat, karena di GSM yang diutamakan adalah substansinya, kontennya, esensinya, intinya inti. Bukan sekadar selembar kertas seperti sertifikat yang sangat formalitas dan kulit doang aja.
Terakhir saya jadi teringat sebuah ungkapan dari pesantren bahwa aththoriqotu ahammu minal maddah, al ustadzu ahammu minal thoriqoh, wa ruhul ustadzu ahammu min kulli syai’in. Yang maknanya lebih kurang demikian ; metode itu lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan semangat gurulah yang lebih penting daripada semua itu.
Artinya semangat kitalah sebagai guru yang menjadi pendidik dan pengajar yang menjadi tolok ukur sebuah harapan pendidikan di OKU Timur yang lebih maju, mulia dan berkualitas.

Penulis : Sudirman, M.Pd.I_Pengawas Sekolah pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten OKU Timur diedit oleh Ariyanto Mohammad Toha