ERWIN IBRAHIM: PENATAAN PEGAWAI LOMBOK BARAT KELIRU, BUPATI LAZ SIBUK TANPA SOLUSI
Lombok Barat – Redaksi.co.Upaya Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dalam menata ulang sistem kepegawaian yang seyogianya menjadi langkah strategis menuju tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional, justru menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Perintah Bupati Lombok Barat Lalu Ahmad Zaini (LAZ) kepada Inspektorat untuk membuka pengaduan publik terkait dugaan tenaga honorer yang masuk melalui jalur pembayaran dinilai tidak menyentuh akar permasalahan yang sedang dihadapi daerah, terutama menjelang diberlakukannya kebijakan nasional pemutusan kontrak seluruh tenaga honorer pada 31 Desember 2025.
Langkah bupati yang menyoroti siapa yang membayar, kepada siapa pembayaran dilakukan, dan berapa jumlahnya, dianggap tidak memberikan solusi konkret bagi ribuan honorer yang kini tengah menghadapi ketidakpastian nasib.
Aktivis senior Lombok Barat, Erwin Ibrahim, menilai langkah tersebut justru memperlihatkan pemerintah daerah tengah “sibuk dengan hal yang tidak produktif.” Ia menegaskan bahwa kebijakan membuka pengaduan seperti itu tidak akan menghasilkan solusi substantif bagi persoalan kepegawaian, melainkan hanya memperlebar jarak antara pemerintah dan tenaga honorer yang selama ini menjadi ujung tombak pelayanan publik di daerah.
> “Saya melihat Pemerintah Daerah Lombok Barat sedang disibukkan dengan hal-hal yang tidak menghasilkan solusi. Padahal saat ini ribuan tenaga honorer justru menunggu kepastian. Mereka ingin tahu bagaimana nasib mereka setelah 31 Desember nanti, bukan malah disuguhi isu-isu soal siapa bayar siapa,” tegas Erwin.
Menurutnya, Bupati Lalu Ahmad Zaini seharusnya mengarahkan BKD dan Inspektorat untuk melakukan kajian mendalam mengenai kebutuhan riil pegawai daerah dan mencari formula terbaik untuk menyelamatkan para honorer yang telah lama mengabdi. Langkah itu, kata Erwin, jauh lebih strategis daripada sekadar mencari kesalahan sistem pemerintahan sebelumnya atau membuka aduan yang berpotensi menimbulkan ketegangan baru di internal pemerintahan.
> “Kalau pun ada praktik bayar-membayar di masa lalu, silakan ditindak sesuai aturan. Tapi jangan itu dijadikan fokus utama, apalagi dijadikan alasan untuk menutupi tidak adanya solusi. Pemerintah daerah harusnya berpikir maju: bagaimana caranya agar para honorer ini bisa diselamatkan, bukan dijatuhkan,” tambahnya.
Erwin juga menilai arah kebijakan bupati saat ini terkesan ingin mengalihkan perhatian publik dari substansi masalah. Ia menyebut, isu pembayaran masuk kerja bukanlah hal baru dan bisa diusut tanpa perlu mengalihkan energi besar-besaran, apalagi di tengah momentum genting menuju penghapusan tenaga honorer di seluruh Indonesia.
> “Fokus kebijakan hari ini seharusnya pada pemetaan kebutuhan ASN dan non-ASN, bukan mencari-cari kesalahan bupati sebelumnya. Kalau pemerintah daerah mau transparan, silakan buka data kebutuhan pegawai, data kekurangan tenaga, dan rencana penyerapannya ke depan. Itu yang publik ingin tahu,” ujarnya.
Dari pantauan lapangan, banyak tenaga honorer di Lombok Barat kini mengaku resah dengan situasi yang makin tidak menentu. Mereka khawatir isu “honorer bayar masuk” hanya akan memperburuk citra mereka di mata publik, padahal sebagian besar di antara mereka telah bekerja puluhan tahun dengan gaji seadanya dan loyalitas tinggi terhadap pemerintah daerah.
Sementara itu, langkah Inspektorat membuka posko pengaduan memang disambut sebagian pihak sebagai bentuk keterbukaan dan keberanian pemerintah daerah dalam menindak oknum yang bermain di balik rekrutmen tenaga honorer. Namun di sisi lain, kebijakan itu tidak diiringi dengan solusi nyata tentang bagaimana pemerintah akan menampung tenaga honorer setelah tenggat waktu Desember 2025, sebagaimana yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat.
Erwin menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bersikap lebih strategis dan manusiawi, mengingat tenaga honorer adalah bagian dari roda pemerintahan yang telah lama menopang pelayanan publik di Lombok Barat.
> “Kita ini bicara nasib manusia, bukan angka statistik. Pemerintah daerah harus hadir memberikan rasa aman, bukan menambah tekanan. Kalau penataan ini benar-benar mau dilakukan, lakukan dengan adil dan berbasis kebutuhan nyata, bukan dengan menimbulkan ketakutan,” tutupnya.
Kini, menjelang dua bulan terakhir menuju 2026, publik Lombok Barat menanti langkah nyata Bupati Lalu Ahmad Zaini. Apakah kebijakan penataan pegawai ini benar-benar akan menjadi tonggak reformasi birokrasi yang berkeadilan, atau justru tercatat sebagai episode baru dari kebijakan yang menambah keresahan di kalangan tenaga honorer yang selama ini menjadi garda depan pelayanan daerah.
—Sumber: Redaksi.co
Read: Abach Uhel

























