Dugaan Kriminalisasi Kembali Mencuat,Pemilik Tanah sah Justru di Dakwa Oleh PT. Hungarindo Persada (PT. BGA) 

0
59

Dugaan Kriminalisasi Kembali Mencuat, Pemilik Tanah sah Justru di Dakwa Oleh PT. Hungarindo Persada (PT. BGA) 

KETAPANG — Kasus hukum yang menimpa Pak Halim, pemilik sah sebidang tanah di Kabupaten Ketapang, kini memasuki fase yang semakin mengkhawatirkan. Alih-alih memperoleh perlindungan hukum atas hak kepemilikan yang sah, klien kami justru ditetapkan sebagai terdakwa setelah dilaporkan oleh PT Hungarindo Persada ke Polres Ketapang. Langkah ini kuat diduga sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga pemilik tanah yang sah, serta cerminan tumpulnya keadilan di hadapan kepentingan korporasi.

DPD Rumah Hukum Indonesia (RHI) Kabupaten Ketapang selaku kuasa hukum Pak Halim menegaskan bahwa klien kami memiliki alas hak yang resmi, lengkap, dan diakui secara hukum. Fakta ini diperkuat dengan dua surat resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yakni:

1. Surat No. HAM.2-HA.01.01-96 tanggal 04 Februari 2020, yang secara tegas menyatakan bahwa Surat Keterangan Tanah Nomor 594/41-PEM tanggal 23 Juni 1999 atas nama Isa, yang terletak di Dusun Kemuning Biutak, Desa Pesaguan Kanan, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, dengan luas ±19.000 hektare, sah secara hukum. Surat tersebut diterbitkan oleh Kepala Desa Pesaguan Kanan Syahran A. Razak dan diketahui oleh Camat Matan Hilir Selatan Hamizar Yahya, B.A.

2. Surat No. HAM.2-HA.01.01-258 tanggal 25 Juni 2020, yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat. Pada poin 11, surat tersebut menyimpulkan adanya indikasi persekongkolan dan praktik mafia tanah, yang melibatkan oknum Notaris/PPAT, Camat, serta pejabat lainnya.

Selain itu klien kami juga diperkuat dengan

persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha (PKKPR) dengan No. 20032510216104038 atas nama koperasi Produsen Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, hal tersebut menunjukan bahwa PT Hungarindo Persada sama sekali tidak memiliki alashak apapun di objek yang dipermasalahkan oleh klien kami

DPD RHI menilai penetapan Pak Halim sebagai terdakwa bukan didasarkan pada kebenaran hukum, melainkan akibat pemaksaan instrumen pidana terhadap perkara yang sejatinya bersifat perdata. Klien kami dilaporkan oleh PT Hungarindo Persada karena mempertahankan hak atas tanah miliknya sendiri, sebuah tindakan yang justru dilindungi oleh konstitusi dan hukum agraria.

Alih-alih menguji terlebih dahulu keabsahan klaim perusahaan, proses hukum justru diarahkan kepada Pak Halim sebagai pihak yang diposisikan bersalah. Padahal hingga kini, dasar klaim PT Hungarindo Persada atas lahan tersebut tidak pernah dibuka secara transparan kepada publik. Situasi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa hukum telah digunakan sebagai alat tekanan dan pembungkaman terhadap warga, demi melanggengkan kepentingan korporasi.

DPD RHI menilai proses hukum ini sarat kepentingan, mengandung indikasi pembiaran terhadap praktik perampasan tanah, serta berpotensi menjadi legitimasi hukum bagi mafia tanah. Ketika pemilik sah justru duduk di kursi terdakwa, sementara dugaan persekongkolan pejabat dan korporasi tidak disentuh, maka yang dipertaruhkan adalah wibawa hukum itu sendiri.

DPD Rumah Hukum Indonesia Kabupaten Ketapang mendesak aparat penegak hukum dan Pengadilan Negeri Ketapang untuk:

Menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap Pak Halim

Membuka secara terang-benderang dasar hukum dan status objek sengketa

Menjamin proses hukum yang objektif, profesional, dan berkeadilan

DPD RHI menegaskan tidak akan tinggal diam. Seluruh upaya hukum akan ditempuh, termasuk pelaporan balik, hingga pengaduan ke lembaga pengawas, apabila proses hukum ini terus dipaksakan tanpa dasar hukum yang sah.

Kasus Pak Halim bukan sekadar perkara individu, melainkan ujian nyata bagi penegakan hukum agraria di Indonesia: apakah hukum masih berpihak pada rakyat, atau justru tunduk pada kekuatan modal.