JEMBER, redaksi.co – Polemik proyek normalisasi Sungai Pondokwaluh, Kabupaten Jember, kian memanas. Setelah sebelumnya disorot karena pengerjaan tanpa papan informasi dan excavator tiba-tiba raib dari lokasi, kini muncul persoalan baru: siapa yang seharusnya menanggung biaya operasional pembuangan sedimen hasil kerukan sungai?
Juru Bendung Pondokwaluh, Yuyut, mengungkapkan bahwa tanah hasil kerukan sempat ditimbun di lapangan Desa Wringinagung. Desa setempat memanfaatkan sekitar 150 rit tanah untuk menguruk lapangan, namun selebihnya masih menumpuk tanpa kejelasan arah pembuangan.
Penggunaan sedimen ini justru menimbulkan polemik baru. Warga khawatir ada praktik permainan anggaran. Logikanya, dalam proyek negara, biaya normalisasi mulai pengerukan hingga pembuangan sedimen semestinya sudah tercakup dalam kontrak kerja yang dibiayai APBN melalui BBWS Surabaya.
“Kalau sampai desa disuruh keluar biaya lagi untuk uruk lapangan, ini patut dicurigai. Jangan sampai ada double anggaran. Proyek sudah dibayar negara, tapi masyarakat masih diminta biaya tambahan,” ungkap seorang tokoh masyarakat, Senin (21/9/2025).
Hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari BBWS Surabaya. Danang, nama yang disebut sebagai penanggung jawab lapangan, juga belum berhasil dikonfirmasi.
Masyarakat mendesak inspektorat maupun aparat penegak hukum segera turun tangan menelusuri aliran anggaran proyek normalisasi tersebut. Selain dianggap tidak transparan, pekerjaan yang terkesan asal-asalan itu dikhawatirkan justru akan merugikan rakyat.
“Jangan sampai proyek sungai ini jadi bancakan. Uang negara habis, pekerjaan tidak beres, rakyat yang menanggung akibatnya,” tegas seorang warga Wringinagung.
Sementara itu, pihak Unit Pengelola Irigasi (UPI) Daerah Irigasi Bedadung yang berkantor di Jl. Kertanegara 174, Curahmalang, Kecamatan Rambipuji, Jember, ketika didatangi awak media, juga belum dapat memberikan penjelasan. Salah satu staf menyebutkan, pimpinan masih berada di Surabaya (Sofyan).