Kamis, Juli 31, 2025

MAU JADI PENULIS SILAHKAN BERGABUNG

Trend Minggu ini

Pilihan Penulis

RAJAWALI Sorot Dugaan Oknum Wartawan “Beckingi” Proyek PLN di Kubu Raya

Kubu Raya, Kalbar – 29 Juli 2025 |Di Desa Durian, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, sebuah proyek vital negara tengah berjalan: pembangunan Gardu Induk 150 KV Ambawang New milik PT PLN (Persero). Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium KSO Indisi–Hasta, namun sorotan publik kini bergeser dari kabel-kabel tegangan tinggi ke isu yang lebih subtil: dugaan keterlibatan oknum wartawan dalam membekingi proyek tersebut.

Tidak adanya transparansi dalam papan proyek—tanpa nilai kontrak, jadwal pelaksanaan, atau informasi memadai lainnya—membuka ruang kecurigaan. Namun yang lebih mengejutkan adalah kehadiran seorang oknum yang mengaku sebagai wartawan, yang diduga justru bertindak seolah pelindung proyek. Dengan kartu pers di tangan dan nada intimidatif, oknum tersebut dilaporkan mengusir wartawan lain yang mencoba meliput dan mencari informasi.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Rangkulan Jajaran Wartawan dan Lembaga Indonesia (DPP RAJAWALI), Hadysa Prana, angkat bicara.

“Jika wartawan seharusnya menjadi penjaga pintu kebenaran, maka ketika ada yang justru membela proyek tertutup dan menghalangi liputan, ia bukan lagi suara publik, melainkan ekstensi dari sistem yang ingin membungkam masyarakat,” ujar Hadysa dalam pernyataan resmi, Senin (29/7).

Menurutnya, tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan indikasi penyalahgunaan profesi yang sangat serius.

“Kami menyebut ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi berpotensi menjadi bentuk persekongkolan diam-diam. Banyak kasus menunjukkan bagaimana kartu pers dipakai sebagai alat rente. Ini bukan dunia pers yang kita cita-citakan,” tegasnya.

Hadysa menyoroti pelanggaran terhadap Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik yang melarang penyalahgunaan profesi dan penerimaan suap. Selain itu, Pasal 7 ayat (2) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juga mewajibkan wartawan mematuhi kode etik.

Lebih lanjut, ia menyinggung Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menghalangi proses penyidikan atau penuntutan dapat dikenakan pidana.

“Kalau benar ada oknum wartawan yang mengusir jurnalis lain, melindungi pelaksana proyek, dan diduga menerima keuntungan, maka ia telah berpindah posisi: dari jurnalis ke tersangka potensial,” tegasnya.

RAJAWALI menyebut bahwa papan proyek yang kosong bukanlah sekadar kelalaian administratif, melainkan simbol dari pola kerja yang ingin menghindari pengawasan publik.

“Ketika papan informasi dibiarkan kosong dan wartawan dijadikan tameng agar tetap demikian, maka hak publik untuk tahu telah disabotase,” sambungnya.

Hadysa mendesak Dewan Pers untuk tidak diam. Ia menegaskan, jika terbukti bersalah, oknum tersebut harus menerima sanksi etik dan rekomendasi pelaporan pidana kepada aparat penegak hukum.

“Kita tidak butuh wartawan yang hanya pandai bicara dalam seminar, tapi diam saat uang negara dijarah di lapangan. Kita butuh wartawan yang berani berkata: saya tidak dibayar untuk diam,” tutupnya lantang.

Hingga berita ini diturunkan, pihak pelaksana proyek dan oknum wartawan yang dimaksud belum memberikan tanggapan resmi.

Sumber : DPP Rajawali
Red/Kalbar

Popular Articles

Berita Terkait