Banyuasin – Redaksi.co |
Polemik pengangkatan H.W. sebagai Kepala UPTD Puskesmas Pengumbuk, Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, terus menuai sorotan tajam. Dugaan pelanggaran regulasi dalam proses penunjukan pejabat tersebut kini menjadi perbincangan luas, bahkan memunculkan tuntutan agar Kejaksaan Negeri Banyuasin ikut mengusut dugaan penyimpangan dalam pengangkatan dan penggunaan dana publik.
Melalui konfirmasi yang dilakukan via WhatsApp pada Kamis, 4 Juli 2025, Sekretaris Daerah (Sekda) Banyuasin akhirnya memberikan tanggapan singkat:
“Nanti saya cek ke OPD terkait terlebih dahulu,” tulisnya.
Pernyataan ini menjadi respons resmi pertama dari Pemkab, setelah Kepala Dinas Kesehatan dan jajaran sebelumnya tidak menjawab konfirmasi dari media.
Redaksi.co turut mengajukan sejumlah pertanyaan lanjutan seputar dasar hukum pengangkatan, proses evaluasi jabatan, serta peran pejabat teknis yang merekomendasikan H.W. Namun, Sekda hanya membalas:
“Sabar, semua akan dijawab.”
Respons tersebut dianggap belum menjawab substansi masalah, terutama soal keabsahan latar belakang pendidikan H.W. yang menjadi syarat mutlak dalam jabatan kepala puskesmas, sebagaimana diatur dalam Permenkes No. 43 Tahun 2019 dan Permenkes No. 971/Menkes/Per/XI/2009.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, H.W. dilantik dengan gelar Sarjana Sosial (S.Sos), sedangkan gelar Magister Kesehatan (M.Kes.) baru tercatat dalam dokumen resmi pertengahan 2023—yakni setelah ia menjabat.
Menanggapi pemberitaan tersebut, H.W. didampingi Y.D. menemui wartawan Redaksi.co di salah satu rumah makan di Palembang pada Sabtu (5/7/2025), guna memberikan klarifikasi.
Dalam kesempatan itu, H.W. menyampaikan bahwa dirinya telah bekerja di Puskesmas Pangkalan Balai selama tujuh tahun dan telah menempuh kuliah S2 Magister Kesehatan sejak 2016 hingga 2019. Ia juga menyatakan bahwa pengangkatannya telah sesuai prosedur.
Sebagai bukti, H.W. menunjukkan sertifikat kelulusan gelar M.Kes. melalui foto yang tersimpan di handphone. Saat ditunjukkan kepada awak media, tampak bahwa tahun kelulusan tertulis 2022, namun tanggal dan bulan tidak terlihat jelas karena dokumen hanya ditampilkan melalui layar dan perlu diperbesar (zoom) untuk memperlihatkan bagian tahun.
Meski demikian, fakta bahwa tahun kelulusan adalah 2022 tetap menimbulkan pertanyaan besar: mengapa H.W. sudah diangkat sebelum ijazah atau sertifikat kelulusan itu resmi terbit? Hal ini dinilai oleh berbagai kalangan sebagai bentuk ketidaksesuaian dengan regulasi, dan berpotensi menyalahi administrasi kepegawaian.
Selain itu, H.W. turut menjelaskan mengenai penggunaan Dana Biaya Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas Pengumbuk. Ia menyebutkan bahwa 60% dana digunakan untuk jasa, dan 40% untuk belanja barang, termasuk operasional. Terkait insentif pegawai, disebutkan bahwa pembagiannya bergantung pada capaian poin individu.
“Tahun kemarin tidak ada Remon (Remunerasi Monitoring), dan baru tahun ini ada Remon,” jelasnya.
Melihat fakta-fakta tersebut, berbagai pihak kini menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh oleh Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Tidak hanya dari Bupati, BKD, dan Inspektorat, tapi juga desakan agar Kejaksaan Negeri Banyuasin turun tangan melakukan penyelidikan hukum atas dugaan pelanggaran regulasi dan pengelolaan dana publik yang tak transparan.
Transparansi dan akuntabilitas dalam penempatan jabatan publik di sektor kesehatan harus ditegakkan. Jika ditemukan pelanggaran, maka sudah selayaknya dilakukan penindakan dan penataan ulang sebagai bentuk koreksi birokrasi.
Redaksi.co akan terus mengawal isu ini sebagai bentuk tanggung jawab dalam mendukung keterbukaan informasi dan tata kelola publik yang bersih. (Tim Redaksi)