Jember, redaksi.co – Di bawah langit senja 1 Muharam 1447 H, semerbak wangi tumpeng dan suara doa menyatu dalam keheningan yang menggetarkan hati. Pemerintah Desa Wringin Agung menggelar tradisi selamatan desa yang bukan hanya meriah secara lahiriah, namun juga khusyuk dan sarat nilai-nilai spiritual. Inilah cara masyarakat desa menyambut Tahun Baru Islam dengan hati yang bersih, penuh syukur, dan harapan.
Tradisi yang diwariskan turun-temurun ini tak sekadar menjadi agenda tahunan, melainkan ruang bersama untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Puluhan tumpeng dihias penuh cinta dan diarak mengelilingi desa, seolah langkah para warga menjadi bagian dari dzikir berjamaah yang terlantun dalam diam. Setiap detik perayaan dipenuhi harap: semoga tahun baru membawa berkah, keselamatan, dan kedamaian bagi seluruh umat.

Kepala Desa Wringin Agung, Sutinah, menyampaikan dengan haru, “Tradisi ini bukan hanya budaya, tapi juga wasilah spiritual untuk menjaga ruh kebersamaan.
“Di desa kami yang terdiri dari berbagai keyakinan, nilai-nilai ini adalah nafas keseharian. Tumpeng itu bukan hanya makanan; ia lambang syukur, persatuan, dan kerendahan hati di hadapan Allah SWT.”
Yang membuat acara ini begitu menyentuh, adalah keterlibatan warga lintas agama. Seperti halnya Pak Ngatimin, tokoh masyarakat non-Muslim, yang berdiri bersama warga Muslim dengan senyum penuh ketulusan. Tanpa memandang batas keyakinan, semua larut dalam semangat yang sama dalam menjaga harmoni dan saling menghormati dalam keberagaman.

Keesokan paginya, kegiatan berlanjut dengan sepeda santai yang menyemarakkan suasana. Bukan hanya olahraga, namun juga simbol perjalanan bersama menuju masa depan yang lebih sehat, kuat, dan bersatu. Sebanyak 42 lembaga desa turut berpartisipasi, menandai dimulainya rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
Di tengah derasnya arus zaman, Desa Wringin Agung kembali membuktikan: bahwa doa, tradisi, dan gotong royong bukanlah warisan usang, melainkan cahaya abadi yang memandu langkah generasi. Tahun boleh berganti, namun semangat untuk hidup rukun, saling menyayangi, dan tetap bertumpu pada nilai-nilai keimanan harus terus dirawat seperti pelita yang tak pernah padam. (Sofyan)







