Redaksi.co, Banyuasin – Kasus kekerasan terhadap anak kembali mengguncang Sumatera Selatan. Adira Saputri, balita berusia dua tahun asal Desa Gasing, Kecamatan Talang Kelapa, Banyuasin, harus meregang nyawa akibat penganiayaan brutal yang dilakukan oleh ayah tirinya, Dewa (19). Peristiwa tragis ini mengundang perhatian publik dan mendorong aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini.
Kronologi Kejadian Berdasarkan Fakta
Berdasarkan hasil penyelidikan yang dihimpun oleh kepolisian dari berbagai sumber, peristiwa naas ini terjadi pada Senin, 20 Januari 2025, di rumah korban. Saat itu, Adira sedang disuapi makanan oleh Dewa. Namun, balita tersebut terus menangis dan menolak untuk makan. Pelaku yang diduga tidak mampu mengendalikan emosinya lantas melayangkan pukulan ke bagian kepala, punggung, dan perut korban.
AKP Teguh Prasetyo, Kasat Reskrim Polres Banyuasin, dalam keterangannya kepada media menyatakan bahwa korban sempat dilarikan ke puskesmas oleh ibu kandungnya, Hufiana. “Saat tiba di puskesmas, korban sudah dalam kondisi kritis. Tim medis mencoba melakukan pertolongan, tetapi nyawanya tidak tertolong akibat luka parah yang dideritanya,” ujar Teguh.
Sementara itu, setelah melakukan kekerasan terhadap Adira, pelaku langsung melarikan diri ke rumah kerabatnya. Hufiana yang melihat kondisi anaknya segera melapor ke Mapolsek Talang Kelapa, yang kemudian langsung melakukan pengejaran terhadap pelaku.
Barang Bukti dan Hasil Visum
Berdasarkan dokumen visum yang diperoleh dari tim medis puskesmas setempat, Adira mengalami luka serius di beberapa bagian tubuhnya, termasuk:
- Cedera di kepala akibat benturan keras
- Memar di bagian punggung dan perut
- Pendarahan internal yang berakibat fatal
Hasil autopsi yang dilakukan oleh tim forensik Rumah Sakit Bhayangkara Palembang juga mengonfirmasi bahwa penyebab utama kematian korban adalah luka trauma tumpul di kepala dan perut yang menyebabkan kegagalan organ.
Selain itu, dalam penggeledahan rumah pelaku, polisi menemukan beberapa barang bukti, seperti pakaian korban yang berlumuran darah dan alat makan yang digunakan sebelum kejadian berlangsung.
Motif dan Pengakuan Pelaku
Setelah berhasil ditangkap pada 25 Januari 2025 di rumah kerabatnya, pelaku Dewa memberikan pengakuan yang mengejutkan. Dalam interogasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian, Dewa mengaku tidak berniat membunuh korban, tetapi merasa frustrasi karena Adira sering menangis dan rewel saat diberi makan.
“Pelaku mengakui bahwa dirinya emosi dan tidak bisa mengendalikan diri sehingga memukul korban berkali-kali,” jelas AKBP Ruri Prastowo, Kapolres Banyuasin.
Namun, fakta lain yang terungkap dalam pemeriksaan menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga sudah sering terjadi di keluarga ini. Beberapa tetangga mengungkapkan bahwa mereka kerap mendengar suara tangisan anak kecil dan pertengkaran antara Dewa dan Hufiana.
“Sering terdengar suara ribut dari rumah mereka. Anak itu juga sering menangis,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi Keluarga dan Faktor Sosial
Hufiana, ibu kandung korban, diketahui menikah secara siri dengan Dewa setelah bercerai dengan suami pertamanya. Pernikahan tanpa pencatatan resmi ini menjadi kendala dalam penegakan hukum, terutama dalam hal tanggung jawab ayah tiri terhadap anak sambungnya.
Menurut data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sumatera Selatan, kasus kekerasan terhadap anak di wilayah ini mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2024 saja, tercatat lebih dari 200 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan, dengan sebagian besar pelakunya berasal dari lingkungan keluarga dekat.
“Kekerasan terhadap anak sering kali terjadi di dalam rumah dan pelakunya adalah orang-orang terdekat korban, seperti ayah tiri, ibu kandung, atau anggota keluarga lainnya,” ujar Kepala DP3A Sumatera Selatan, Rahmawati.
Tindak Lanjut Hukum dan Upaya Pencegahan
Dewa kini telah ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
“Setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.”
Kapolres Banyuasin memastikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini hingga ke proses persidangan. “Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum seadil-adilnya agar pelaku menerima hukuman yang setimpal,” tegas AKBP Ruri Prastowo.
Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap keluarga dengan kondisi rentan. “Kasus ini menunjukkan bahwa masih banyak anak yang tidak mendapatkan perlindungan di lingkungan keluarganya sendiri. Penting bagi masyarakat untuk lebih peduli dan melaporkan jika ada indikasi kekerasan terhadap anak di sekitar mereka,” ujar Retno Listyarti, salah satu anggota KPAI.
Kesimpulan
Kasus kematian Adira Saputri bukan hanya tragedi bagi keluarga korban, tetapi juga cerminan dari lemahnya perlindungan terhadap anak di lingkungan rumah tangga. Fakta-fakta yang telah terungkap menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi ancaman serius bagi anak-anak di Indonesia.
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku harus diiringi dengan peningkatan kesadaran masyarakat agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Perlindungan terhadap anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
Jika Anda mengetahui atau mencurigai adanya kekerasan terhadap anak di sekitar Anda, segera laporkan ke pihak berwenang atau hubungi layanan pengaduan di 129 (KPAI) untuk tindakan lebih lanjut.
Baca Juga: Razia Polres Prabumulih Bongkar Peredaran Natkotika di Tempat Hiburan Malam