Pontianak Kalbar – Redaksi.co Di tengah maraknya praktik kesehatan tradisional di Indonesia, legalitas dan pengakuan pemerintah menjadi isu krusial.
Salah satu instrumen yang menjamin legalitas ini adalah Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT). Namun, tidak semua praktisi memahami pentingnya dokumen ini. Untuk menggali lebih dalam, pihak media mencoba mewawancarai Apriyanto, Ketua PAPETRAD (Pasukan Penyehat Tradisional) sekaligus founder dari Master Kretek Indonesia pada Jumat 14 Maret 2025.
Apriyanto menjelaskan bahwa STPT adalah dokumen resmi yang diberikan kepada penyehat tradisional sebagai bentuk pengakuan pemerintah atas kompetensi dan keamanan praktiknya.
“STPT bukan sekadar formalitas, tetapi jaminan bahwa seorang penyehat tradisional memiliki keterampilan yang terverifikasi dan praktiknya sesuai standar kesehatan.
Ini juga salah satu untuk membangun kepercayaan masyarakat serta dapat melindungi mereka dari praktik yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Apriyanto, STPT menjadi bukti legalitas yang dapat melindungi penyehat tradisional dari risiko hukum. Tanpa STPT, seorang praktisi bisa dianggap menjalankan praktik ilegal, yang berpotensi mendapat sanksi dan perbuatan melawan hukum.
Banyak penyehat tradisional mengeluhkan bahwa mengurus STPT bukan perkara mudah. Namun, Apriyanto menegaskan bahwa prosedur ini penting untuk menjaga kualitas layanan kesehatan tradisional berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kesehatan.
“Syarat utama mendapatkan STPT adalah memiliki keterampilan yang sesuai, mengikuti pelatihan yang diakui, dan melengkapi administrasi seperti KTP, surat keterangan desa dan puskesmas, serta rekomendasi dari organisasi profesi,” jelasnya.
Prosesnya bisa memakan waktu sekitar 1 minggu, tergantung daerah dan kesiapan berkas. Salah satu tantangan terbesar, menurutnya, adalah birokrasi yang masih perlu diperbaiki agar lebih efisien.
Bagi anggota PAPETRAD, memiliki STPT bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga peningkatan profesionalisme.
“Dengan STPT, seorang penyehat tradisional lebih dihargai di mata masyarakat dan memiliki peluang lebih besar untuk berkolaborasi dengan institusi kesehatan,” kata Apriyanto.
Ia menambahkan bahwa STPT juga bisa membuka peluang usaha yang lebih luas, termasuk akses ke pelatihan lanjutan dan sertifikasi yang meningkatkan kompetensi.
Saat ditanya tentang kendala yang dihadapi anggota PAPETRAD dalam mengurus STPT, Apriyanto menyoroti kurangnya sosialisasi.
“Biaya pengurusan ke dinas Gratis, namun untuk mendapatkan rekomendasi organisasi profesi, ada biaya dari masing-masing orpro dan kami berharap kedepan dapat di subsidi oleh pemerintah melalui pelatihan atau pembekalan yang di adakan, selain itu juga, kami berharap tiap terapis bisa memiliki stpt dan stpt tersebut bisa mencakup beberapa modalitas” kata Apriyanto.
“Tidak semua penyehat tradisional memahami prosesnya. Selain itu, biaya pengurusan bisa menjadi beban, terutama bagi mereka yang baru memulai praktik” ungkapnya.
Untuk mengatasi ini, PAPETRAD berupaya mendampingi anggotanya dalam pengurusan STPT serta melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar regulasi lebih berpihak pada penyehat tradisional.
Masih ungkap Apriyanto menyampaikan harapannya agar pemerintah lebih mendukung sektor kesehatan tradisional, termasuk dengan menyederhanakan prosedur STPT dan memberikan subsidi atau insentif bagi penyehat tradisional yang ingin berpraktik secara legal.
“Kesehatan tradisional adalah bagian dari warisan budaya yang harus dijaga. Dengan regulasi yang lebih berpihak, kita bisa memastikan layanan kesehatan tradisional yang aman, berkualitas, dan diakui secara resmi,” pungkasnya.
Dengan semakin banyaknya penyehat tradisional yang memiliki STPT, Apriyanto yakin bahwa profesi ini akan semakin dihargai dan bisa berkontribusi lebih besar dalam sistem dunia kesehatan di Indonesia cetus Aprianto.||Jurnalis: Dea Ar
Sumber : Apriyanto
Laporan : Indra Firmansyah