JEMBER, redaksi.co – Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Desa Tamansari, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, kembali menuai sorotan. Warsito, Ketua Hippa sekaligus pelaksana kegiatan, mengaku perannya dalam proyek senilai Rp195 juta itu sebatas penerima program.
“Semua sudah diatur mekanismenya oleh pendamping bernama Hadi,” ujar Warsito saat ditemui.
Namun, dalam keterangan lain, Warsito justru menegaskan bahwa kendali penuh proyek berada di tangan pendamping. Ia menyebut dana proyek memang masuk ke rekening HIPPA, tetapi tidak bisa sepenuhnya dipergunakan untuk pekerjaan. Dari total anggaran, hanya sekitar 70 persen yang dapat dicairkan selama pengerjaan, sedangkan sisanya baru bisa diambil setelah proyek selesai 200 Meter.
Warsito juga mengungkap sejumlah persoalan teknis di lapangan. Ia pernah mendapat teguran karena keterlambatan suplai material, khususnya batu. Lebih ironis lagi, aspek keselamatan kerja tukang tidak dianggarkan sama sekali. Seluruh kebutuhan material, menurutnya, diatur oleh konsorsium dengan seorang pemasok bernama Ahmadi yang menangani suplai pasir dan batu.
Hal senada juga di katakan seorang ketua HIPPA dari luar kecamatan yang juga mendapat program yang sama, ia menyampaikan sebelum proyek realisasi kami ada akad, dari dana yang cair masuk kerekering Hippa senilai 195 Juta di potong 30% dan sisanya di pergunakan untuk mengerjakan proyek, namun dari sisa yang di potong tidak semua di berikan, hanya 70 % baru sisanya yang 30% di berikan setelah pekerjaan hampir selesai, kami pun setelah pencairan tidak pernah pegang buku rekening.”ungkapnya.
Sebagai informasi, P3-TGAI merupakan program Kementerian PUPR berbasis padat karya yang dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok P3A. Tujuannya, selain memperbaiki jaringan irigasi tersier, juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui keterlibatan tenaga kerja lokal.
Namun, praktik di lapangan diduga jauh dari semangat tersebut. Dugaan bancakan dana, penyimpangan teknis, hingga penguasaan suplai material oleh konsorsium dinilai telah mencederai esensi padat karya dan berpotensi merugikan petani sebagai penerima manfaat utama.
Sementara dari informasi Poktan yang ada di dapil 6 menyebut nama Ahmadi sebagai pengendali semua dan ketika awak media mencoba menghubungi Ahmadi belum ada jawaban yang pasti. (Sofyan).