Pontianak – Pengamat hukum dan lingkungan, Herman Hofi Munawar, melontarkan kritik tajam terhadap makin maraknya aktivitas tambang emas ilegal di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sanggau. Ia menyebut situasi ini sebagai bencana hukum dan lingkungan yang tak bisa lagi ditolerir.
“Masalah ini bukan cuma terjadi di daratan, tapi lebih parah lagi terjadi di sungai. Ini kejahatan berat!” tegas Herman dalam pernyataan tertulisnya kepada PontianakMetroPost, Rabu (4/6).
Menurut Herman, pelanggaran terhadap lingkungan hidup saat ini seharusnya sudah masuk dalam kategori prioritas hukum nasional, karena dampaknya langsung merusak kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat adat dan pedesaan yang hidup di sekitar aliran sungai dan hutan.
Sudah banyak pelanggaran mencolok yang mencemari sungai dan merusak hutan, tapi berapa banyak yang benar-benar diproses hukum? Hampir tidak ada! Kalaupun ada, banyak yang dibebaskan dengan alasan konyol. Ini menampar akal sehat publik!” katanya.
Ia menuding pemerintah—baik pusat maupun daerah—lemah, lamban, bahkan cenderung abai terhadap kejahatan lingkungan ini. Ironisnya, di tengah semangat retoris soal pembangunan berkelanjutan (sustainable development), praktik yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.
Sustainable development itu omong kosong kalau perusahaan besar dibiarkan merusak lingkungan seenaknya, sementara rakyat hanya jadi penonton penderitaan!” tukasnya tajam.
Herman juga menyoroti kebijakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang semestinya menjadi ruang legal bagi masyarakat desa untuk mengelola sumber daya. Namun faktanya, WPR sering hanya menjadi tameng cukong-cukong besar.
WPR hanya jadi nama. Yang main di belakang justru para pemodal besar. Rakyat hanya dijadikan bumper, yang untung tetap mereka-mereka juga. Ini tidak adil!” katanya.
Ia meminta agar pemerintah daerah segera menyusun dan memperkuat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dengan zonasi yang jelas dan tegas, terutama dalam menyaring wilayah pertambangan dan konservasi.
Kalau memang WPR untuk rakyat, maka rakyat harus diutamakan. Libatkan BUMDes, bantu perizinannya, fasilitasi ke pusat. Jangan biarkan rakyat berjalan sendiri, sementara para korporat disediakan karpet merah!”
Herman bahkan menyebut bahwa saat ini cadangan emas di Kalimantan Barat yang bisa mencapai satu juta ton sedang diperebutkan oleh pihak luar. Ia khawatir rakyat hanya akan menerima sisa limbah dan kerusakan lingkungan, tanpa mendapatkan manfaat ekonomi yang sepadan.
Ini gila. Pemerintah jangan lagi jadi penonton. Kalau tidak segera bertindak, kita bukan hanya kehilangan emas, tapi juga masa depan generasi kita,” tegasnya.
Sebagai penutup, Herman mengingatkan bahwa tidak ada waktu untuk bermain-main lagi. Keberpihakan pada lingkungan dan rakyat harus nyata, bukan sekadar jargon kosong.
Hentikan pembiaran! Hentikan kompromi dengan perusak lingkungan! Saatnya berpihak pada rakyat dan alam kita sendiri!” pungkasnya.(tim)