Jember, redaksi.co – Kesejahteraan pegawai Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Jember menjadi sorotan tajam setelah gaji mereka diketahui masih mengacu pada standar 13 tahun lalu. Padahal, pendapatan dari pengelolaan darah terus meningkat seiring kenaikan harga per kantong dari Rp 250 ribu pada tahun 2013 menjadi Rp 490 ribu pada 2024.
Ironisnya, di awal tahun 2025 ini, pegawai hanya mendapatkan kenaikan gaji sebesar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu. Sementara di saat bersamaan, gaji para pengurus PMI Jember justru naik signifikan, bahkan dilaporkan mencapai 100 persen.
Standar gaji pegawai PMI Jember saat ini masih berpatokan pada PP Nomor 22 Tahun 2013, yang sejatinya telah mengalami empat kali perubahan: PP No. 30 Tahun 2015, PP No. 15 Tahun 2019, dan terakhir PP No. 5 Tahun 2024. Namun perubahan itu belum diikuti dengan penyesuaian gaji pegawai, yang justru makin tertinggal dari realitas biaya hidup saat ini.
Dengan pendapatan dari pengelolaan sekitar 3.500 kantong darah per bulan, PMI Jember diperkirakan mengantongi sekitar Rp 1,7 miliar per bulan. Namun besarnya pendapatan ini belum diikuti dengan peningkatan signifikan pada kesejahteraan pegawai, yang berada di garis depan pelayanan kemanusiaan.
“Gaji kami masih kecil, tidak ada kepastian soal jenjang golongan. Saya sudah belasan tahun kerja, tapi tidak pernah berubah. Sementara ada pegawai baru yang langsung dapat golongan tinggi,” ungkap salah satu pegawai PMI Jember yang enggan disebut namanya.
Ia mengaku sempat berharap pada kepengurusan baru di bawah kepemimpinan M. Thamrin. Namun kenyataannya, hanya gaji pengurus yang naik drastis, sementara pegawai hanya menerima kenaikan sangat minim.
Sementara itu, Aep Ganda Permana, pengamat kebijakan publik Jember, menyayangkan arah kebijakan PMI Jember saat ini. Ia menyebut, pengurus sebelumnya justru sempat memperjuangkan kesejahteraan pegawai dengan mengangkat pegawai honorer menjadi pegawai tetap dan menyamakan standar gaji antarunit.
“Sekarang malah kebijakannya condong ke pengurus saja. Gaji besar untuk pengurus, tapi pegawai yang bekerja di lapangan tetap terabaikan. Ini bentuk kegagalan manajemen yang serius,” tegas Aep.
Ketimpangan ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem penggajian di PMI Jember. Jika dibiarkan, bukan hanya merusak motivasi pegawai, tapi juga bisa mengganggu kualitas pelayanan transfusi darah yang vital bagi masyarakat (*)