IZIN PBG PERUMAHAN SAVVANA DIDUGA ILEGAL
Lombok Barat – Redaksi.co
Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Perumahan Savvana yang berlokasi di sebelah barat Kantor Bupati Lombok Barat kini menjadi sorotan serius. Pasalnya, meskipun secara fisik disebut telah memiliki Surat Keputusan Persetujuan Bangunan Gedung (SK-PBG) dengan Nomor SK-PBG-520101-04082025–002, dokumen tersebut tidak dapat diverifikasi pada sistem nasional Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang dikelola oleh Kementerian PUPR.

Direktur LSM NTB Corruption Watch (NCW), Fathurrahman Lord, mengungkapkan bahwa setelah dilakukan pengecekan berulang kali melalui platform SIMBG, sistem justru menampilkan keterangan “terjadi kesalahan, harap periksa kembali kode SK”. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait keabsahan administrasi PBG tersebut.

“Secara regulasi, seluruh proses penerbitan PBG wajib dilakukan secara digital dan terpusat melalui SIMBG. Jika nomor SK PBG tidak terdaftar dan tidak bisa diverifikasi secara online, maka patut diduga ada masalah administrasi yang serius,” tegas Fathurrahman Lord.
Ia menjelaskan, berdasarkan PP Nomor 16 Tahun 2021, PBG merupakan satu-satunya dokumen perizinan bangunan yang sah dan wajib terintegrasi secara online. Setiap SK PBG yang legal harus memiliki nomor unik atau barcode yang dapat diverifikasi secara terbuka melalui sistem SIMBG sebagai bentuk transparansi dan tertib administrasi negara.

Lebih lanjut, Fathurrahman Lord mengingatkan agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait tidak bermain-main dalam urusan administrasi negara. Ia menegaskan bahwa tindakan penyalahgunaan wewenang telah diatur secara tegas dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 17 dan 18.
“Pejabat pemerintahan dilarang melampaui wewenang, mencampuradukkan kewenangan, maupun bertindak sewenang-wenang. Jika hal ini dilakukan dan menimbulkan kerugian keuangan negara, maka konsekuensi hukumnya tidak hanya administratif, tetapi juga pidana korupsi,” jelasnya.
Menurutnya, sanksi administratif dapat berupa paksaan pemerintah, penghentian administratif, hingga tindakan lain sebagaimana diatur dalam PP Nomor 22 Tahun 2021. Bahkan, jika terbukti terdapat unsur menguntungkan diri sendiri, pihak lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara, maka dapat dijerat Pasal 3 UU Tipikor.

Atas dasar itu, LSM NCW secara tegas meminta Bupati Lombok Barat untuk turun langsung melakukan pengecekan menyeluruh terhadap seluruh administrasi perizinan yang dikeluarkan oleh jajarannya.
“Jangan sampai kesalahan-kesalahan administrasi seperti ini kembali terulang. Ini demi menjaga marwah pemerintahan dan kepercayaan publik,” pungkasnya.

Sumber Berita:
Media Nasional Investigasi – Redaksi.co
Abach Uhel







