Redaksi.co, Prabumulih – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prabumulih tengah menjadi sorotan setelah utang obat yang mencapai Rp18,5 miliar terungkap ke publik. Isu ini memicu aksi demonstrasi dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) di depan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel). Mereka menuntut penyelidikan terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang serta indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan keuangan RSUD.
Dalam konferensi pers yang digelar di Aula Praja Husada RSUD Prabumulih, Rabu (19/2/2025), Direktur RSUD Prabumulih, drg. Sriwidiastuti, mengonfirmasi adanya utang tersebut, tetapi menegaskan bahwa hal ini merupakan akumulasi dari kepemimpinan sebelumnya. “Beberapa program unggulan, seperti layanan cuci darah dan peningkatan fasilitas, turut menyumbang beban finansial rumah sakit,” ujarnya.
Namun, klarifikasi yang diberikan justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Hingga saat ini, belum ada data terperinci yang menunjukkan bagaimana utang tersebut terakumulasi dan mengapa pengelolaan keuangan rumah sakit tidak mampu menyeimbangkannya.
Menurut Sriwidiastuti, pihak RSUD telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit. “Kami menunggu hasil review BPKP, yang sudah memasuki minggu ketiga. Hasilnya akan kami serahkan kepada wali kota yang baru dilantik agar kebijakan yang tepat bisa diambil,” jelasnya.
Meskipun Sriwidiastuti menampik adanya mark-up atau pengadaan fiktif, ia tidak dapat memberikan data rinci terkait bagaimana utang itu muncul. Hal ini memicu spekulasi bahwa terjadi maladministrasi atau bahkan korupsi dalam pengelolaan anggaran rumah sakit.
Seorang sumber internal RSUD yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa audit sangat diperlukan untuk menelusuri pembayaran kepada pemasok obat. “Jika memang tidak ada penyimpangan, harusnya bisa ditunjukkan arus kasnya. Tapi sampai sekarang tidak ada transparansi terkait kontrak dengan vendor atau bagaimana mekanisme pembayarannya,” ujarnya.
Dugaan penyimpangan ini juga mendapat perhatian dari salah satu LSM yang telah melaporkan kasus ini ke Kejati Sumsel. “Kami meminta Kejati mengusut tuntas dugaan korupsi dalam utang obat RSUD Prabumulih. Ini bukan angka kecil, dan jika ada indikasi penyalahgunaan, harus ada pertanggungjawaban hukum,” ujar Ketua LSM tersebut.
Sementara itu, Kejati Sumsel menyatakan masih menunggu hasil audit BPKP sebelum mengambil langkah lebih lanjut. “Jika ada temuan dari BPKP yang mengarah pada tindak pidana korupsi, kami akan segera menindaklanjutinya,” kata seorang pejabat Kejati yang menangani kasus ini.
Dalam sesi tanya jawab dengan awak media, Sriwidiastuti kembali mendapat kritik karena tidak memberikan jawaban yang konkret. Ketika ditanya mengenai besaran utang saat ia mulai menjabat, ia tidak dapat memberikan angka pasti. “Kami tunggu hasil BPKP, baru bisa dijelaskan lebih rinci,” katanya.
Sikap ini menimbulkan kecurigaan di kalangan jurnalis. “Seharusnya direktur memiliki data lengkap sebelum melakukan klarifikasi, agar tidak menimbulkan lebih banyak pertanyaan,” ujar salah satu wartawan yang hadir.
Selain itu, isu lain yang turut mencuat adalah menghilangnya salah satu pejabat RSUD, dr. Yoan. Beberapa spekulasi menyebut bahwa kasus ini berkaitan dengan masalah keuangan rumah sakit. Namun, Sriwidiastuti membantah hal tersebut. “Kasus dr. Yoan tidak ada hubungannya dengan masalah keuangan. Itu adalah urusan pribadi, dan komputer yang sempat hilang adalah miliknya sendiri,” tegasnya.
Hingga kini, publik masih menunggu hasil audit BPKP untuk mengungkap kebenaran di balik utang RSUD Prabumulih. Jika audit membuktikan adanya pelanggaran, maka kasus ini bisa berlanjut ke ranah hukum. Namun, jika terbukti hanya masalah administrasi, maka RSUD harus segera mencari solusi pembayaran agar pelayanan kesehatan tidak terganggu.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana rumah sakit menjadi hal yang krusial, terutama ketika menyangkut anggaran yang besar dan pelayanan publik. Kejelasan data dan keterbukaan dari pihak manajemen RSUD akan menjadi kunci dalam meredam spekulasi serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan ini.
Baca Juga: PMI Ilegal Asal Prabumulih, Puspa Dewi, Akhirnya Dipulangkan Usai Viral