Diduga Izin SIPPA PT. Indoarabica Mangkuraja Kedapatan Mati, Operasional Dituding Cacat Hukum

0
64

Diduga Izin SIPPA PT. Indoarabica Mangkuraja Kedapatan Mati, Operasional  Dituding Cacat Hukum

LEBONG – Redaksi.co Dugaan praktik ketidak aturan perizinan dan kebusukan manajemen PT. Indoarabica Mangkuraja (IAM) semakin mencuat ke permukaan publik Kabupaten Lebong. Perusahaan perkebunan kopi Arabika yang beroperasi di Desa Mangkurajo, Kecamatan Lebong Selatan, ini kini menjadi sorotan setelah terbongkarnya status izin pemanfaatan air permukaan (SIPPA) yang telah kedaluwarsa.

Temuan ini berawal dari aksi unjuk rasa yang digelar oleh massa masyarakat dan aktivis di depan kantor PT. IAM. Dalam audiensi yang dihadiri oleh perwakilan manajemen perusahaan, Kepolisian Resor Lebong, dan TNI, pihak manajemen PT. IAM secara mengejutkan mengakui bahwa mereka masih dalam proses pengurusan perpanjangan salah satu izin operasionalnya, yaitu SIPPA.

Konfirmasi Resmi: SIPPA Sudah Berakhir Sejak 2023

Kebenaran pengakuan tersebut dikonfirmasi secara resmi oleh seorang pejabat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Bengkulu, Cepran, ketika dihubungi oleh pihak media online Dipatriot.com.

“Kalo dilihat SK SIPPA-nya sudah berakhir di tahun 2023,” jelas Cepran dengan tegas.

Lebih lanjut, Cepran memaparkan bahwa izin SIPPA bukanlah izin yang berlaku selamanya. Izin ini memiliki masa berlaku dan harus diperpanjang secara berkala.

“Izin SIPPA itu harus diperpanjang setiap tiga tahun sekali. Kami sangat berterima kasih kepada pihak media yang sudah peduli dengan masalah perizinan ini, karena ini menyangkut pajak atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Bengkulu,” ungkapnya, menyoroti implikasi finansial dari kelalaian perizinan ini.

Aktivis Menuntut Penghentian Operasional dan Pencabutan Izin

Menanggapi temuan ini, Penanggung Jawab aksi dan Aktivis dari Perkumpulan PAMAL, Arwan Basirin, menyatakan bahwa operasional PT. IAM tidak lagi memiliki landasan hukum yang sah.

“Kami menuntut tegas pihak perusahaan IAM segera menghentikan proses operasional perusahaan. Kalau izin SIPPA-nya sudah mati, berarti proses operasional mereka cacat hukum,” tegas Arwan.

Arwan tidak berhenti di situ. Ia menilai ketidaktegasan pemerintah daerah turut andil dalam membiarkan perusahaan beroperasi dalam kondisi izin yang tidak lengkap.

“Pihak pemerintah daerah, Gubernur Provinsi Bengkulu, dan Bupati Lebong tidak tegas. Perusahaan pengemplang seperti ini harus ditindak. Pemerintah harus mencabut izin perusahaan nakal dan bandel seperti PT. IAM ini,” jelasnya.

PT. IAM Bungkam, Tidak Memberikan Tanggapan

Upaya Dipatriot.com untuk mendapatkan konfirmasi dan penjelasan dari pihak manajemen PT. IAM tidak membuahkan hasil. Pihak media tersebut telah mencoba menghubungi Parlin Sihaloho, yang menjabat sebagai Manajer Personalia, Manajer Keuangan, dan merangkap sebagai Ketua Koperasi Plasma, melalui telepon dan pesan WhatsApp. Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada tanggapan yang diterima dari Parlin Sihaloho maupun pihak PT. IAM.

Analisis Hukum: Dasar Regulasi dan Implikasinya

Status izin SIPPA yang telah kedaluwarsa membawa konsekuensi hukum yang serius bagi PT. IAM. Berikut adalah dasar hukum dan implikasinya:

1. Dasar Hukum SIPPA:
Izin SIPPA diatur terutama dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. Pasal 56 ayat (1) PP ini menyebutkan bahwa setiap pengusahaan sumber daya air wajib memiliki izin. Ayat (4) menjelaskan bahwa izin tersebut diberikan untuk jangka waktu tertentu. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenai sanksi administratif sesuai Pasal 95, yang dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga pencabutan izin.

2. Operasional Cacat Hukum:
Dengan berakhirnya masa berlaku SIPPA di tahun 2023, PT. IAM telah melakukan pengusahaan sumber daya air (dalam hal ini, pemanfaatan air permukaan untuk operasional) tanpa izin yang sah. Ini merupakan bentuk pelanggaran administratif yang membuat aktivitas operasionalnya terkait penggunaan air tersebut menjadi “cacat hukum” atau illegal.

3. Kewenangan dan Tindakan Pemerintah:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan air permukaan berada dalam kewenangan pemerintah Provinsi. Oleh karena itu, DPMPTSP Provinsi Bengkulu dan Gubernur memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pengawasan dan penindakan administratif. Tindakan yang dapat dilakukan mulai dari menerbitkan surat peringatan, menghentikan sementara kegiatan, memutus akses penggunaan air, hingga merekomendasikan pencabutan izin usaha pokok perusahaan jika pelanggaran dianggap sangat berat.

4. Implikasi Perpajakan dan PAD:
Seperti disinggung oleh pejabat DPMPTSP, kelalaian perizinan ini berkaitan erat dengan potensi kerugian negara dan daerah. Perusahaan yang beroperasi tanpa izin yang lengkap berpotensi melakukan pengemplangan terhadap kewajiban pembayaran pajak dan retribusi, termasuk retribusi izin pengusahaan sumber daya air yang seharusnya menjadi PAD Provinsi Bengkulu.

 

Dengan terbongkarnya fakta ini, tekanan kini tidak hanya membebani PT. IAM, tetapi juga pemerintah daerah. Masyarakat dan aktivis menunggu tindakan tegas dan transparan dari Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten Lebong untuk menegakkan supremasi hukum, menjaga kelestarian sumber daya air, dan memastikan tidak ada kerugian yang diderita oleh negara dan masyarakat.

By CIKAK S.A