BUPATI JANGAN AROGAN MERUMAHKAN HONORER YANG MASUK DATABASE
Lombok Barat – Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) tengah menuntaskan proses audit dan verifikasi data kepegawaian, khususnya terhadap pegawai non-ASN atau tenaga honorer yang selama ini bekerja di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Hasilnya, sekitar 400 lebih honorer daerah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dikirimkan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), meskipun telah tercatat dalam database resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Menyikapi pernyataan Kepala Inspektorat Lombok Barat, gabungan aktivis Lobar yang diwakili Asmuni pun angkat bicara. Ia menilai, kebijakan tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025, yang menegaskan bahwa bagi non-ASN dalam database BKN yang terkendala atau tidak tertampung dalam pendaftaran seleksi PPPK 2024, akan dialihkan dalam kebijakan PPPK Paruh Waktu.
Asmuni juga menyoroti surat edaran Sekretaris Daerah atas arahan Bupati Lombok Barat, Nomor 800/301/BKD-PSDM/2025 tertanggal 4 September 2025, perihal pemutusan kontrak tenaga non-ASN lingkup Pemkab Lobar. Dalam surat tersebut, pada poin kedua disebutkan:
> “Bagi non-ASN yang terdaftar dalam database BKN hasil pendaftaran tahun 2022 namun tidak mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK tahap 1 dan 2 harus diberhentikan.”
Menurut Asmuni, kebijakan ini menunjukkan bahwa Bupati Lombok Barat terlalu sempit memahami regulasi yang berlaku.
> “Meskipun tidak mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK, mereka tidak serta-merta bisa dihentikan. Masih ada peluang melalui skema PPPK Paruh Waktu bagi yang memenuhi kriteria tertentu, seperti terdaftar di database BKN atau pernah mengikuti seleksi CPNS maupun PPPK namun tidak lulus,” tegasnya.
Asmuni menambahkan, pada tahun 2022 seleksi PPPK dan CPNS memberi kesempatan memilih jalur tanpa sanksi apa pun. Setelah itu dilakukan pendataan ulang agar status honorer lebih jelas. Namun kini, kata dia, pemerintah daerah justru membuat aturan yang membatasi ruang gerak honorer dengan dalih efisiensi anggaran.
> “Kenapa sekarang Pemkab seolah tak memberi ruang bagi tenaga honorer, dengan alasan penyelamatan anggaran daerah? Padahal mereka adalah bagian penting dari roda pelayanan publik,” ujarnya.
Atas dasar itu, gabungan aktivis Lombok Barat mengajak sekitar 2.000 tenaga honorer untuk bersatu menyikapi kebijakan ini. Mereka berencana turun aksi di depan Kantor Bupati Lombok Barat sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan yang dinilai tidak berpihak pada tenaga honorer.
> “Para honorer daerah jangan diam! Rakyat dan pegawai honor bukan budak kebijakan. Jika pemerintah lupa diri, rakyat punya hak menuntut. Kekuasaan yang lahir dari rakyat tidak boleh digunakan untuk menindas rakyat!” seru Asmuni.
Ia menutup pernyataannya dengan nada tegas:
> “Ketika kebijakan lebih berpihak pada elit dan korporasi, maka rakyat harus sadar—kita sedang dijajah ulang, bukan oleh asing, tapi oleh kekuasaan di daerah sendiri. Persatuan rakyat adalah benteng terakhir. Demonstrasi bukan sekadar turun ke jalan, tapi suara kolektif untuk mengingatkan bahwa daerah ini milik kita semua. Saatnya rakyat merebut kembali haknya dari tangan penindas!”
—
Sumber: Media Nasional Investigasi
Editor: Abach Uhel
Redaksi.co