Aceh Barat.Redaksi.co
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ahmad Yani, S.A.B, menegaskan bahwa daerahnya selama ini hanya dijadikan sebagai “lumbung produksi” sumber daya alam, namun belum memperoleh manfaat pembangunan yang sepadan.
Ini disampaikan Ahmad Yani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah pemangku kepentingan terkait aktivitas pertambangan PT.Megalanic Garuda Kencana (MGK) dan PT.Putra Putri Aceh (PPA), Rabu 24/9/2025
“Kami daerah penghasil emas, batubara, dan potensi alam lainnya.
Tetapi kerusakan lingkungan jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang kami terima. Dana bagi hasil tidak seimbang, CSR seadanya, tenaga kerja juga biasa-biasa saja,” tegas Ahmad Yani di hadapan perwakilan instansi provinsi.
Menurut Yani, tuntutan masyarakat Woyla bukan lagi sebatas soal Corporate Social Responsibility (CSR) atau penyerapan tenaga kerja, melainkan agar aliran Krueng Woyla dikembalikan seperti semula.
Jika hal itu tidak segera ditindaklanjuti, ia khawatir potensi konflik sosial bisa terjadi.
“Hari ini warga masih menyampaikan aspirasi dengan cara akademis. Tapi kalau nanti sudah bersikap primitif, bisa ada korban. Ini harus kita cegah bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ahmad Yani juga mempertanyakan status Krueng Woyla, apakah termasuk kawasan strategis nasional.
Sebab, aktivitas penambangan tanpa rekomendasi teknis (rekomtek) dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan serius terhadap ekosistem sungai yang menjadi sumber kehidupan sekitar 40 ribu rumah tangga di wilayah Woyla hingga Arongan.
“Kami tidak anti investasi, tapi jangan sampai merusak lingkungan.
Jika menambang di darat mungkin masyarakat tidak menolak, tetapi pengerukan di aliran sungai jelas membahayakan,” tambahnya.
Ia menegaskan, DPRK Aceh Barat akan terus memperjuangkan aspirasi masyarakat dan meminta instansi terkait di tingkat provinsi maupun pusat agar segera mengambil langkah tegas ****