Pontianak – Sebuah proyek yang seharusnya menjadi jawaban atas kebutuhan rakyat kecil justru berubah menjadi tanda tanya besar. Pembangunan rumah khusus di Desa Padang Tikar 2, Kabupaten Kubu Raya yang menggunakan anggaran APBD Kalbar 2024 kini resmi masuk radar Ditreskrimsus Polda Kalbar.
Surat bernomor B/409/VIII/RES.3.5/2025/Ditreskrimsus tertanggal 28 Agustus 2025 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Kalbar berbicara lantang: ada dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek ini. Surat itu bukan sekadar formalitas, melainkan bukti bahwa jeritan masyarakat Padang Tikar yang masuk ke meja polisi pada Juli lalu tidak diabaikan.
Polisi meminta seluruh dokumen strategis, mulai dari rencana kerja, DIPA, HPS, kontrak fisik dan addendum, dokumen pengawasan, laporan bulanan, hingga as built drawing. Bahkan, hingga ke level penunjukan pejabat—KPA, PPK, Pokja—semua diminta dibuka. Dengan kata lain, tidak ada ruang bagi permainan birokrasi untuk bersembunyi.
Pertanyaannya: mengapa sebuah proyek yang diperuntukkan bagi rakyat di kawasan pesisir harus beraroma korupsi? Apakah ada permainan anggaran, mark-up biaya, atau sekadar proyek asal jadi yang menyisakan penderitaan bagi warga?
Jika benar ada penyimpangan, maka inilah potret klasik: anggaran rakyat dicuri, pembangunan dijadikan bancakan, dan rakyat kecil tetap tinggal di rumah reyot sementara pejabat bersembunyi di balik meja empuk.
Langkah Polda Kalbar ini disambut publik dengan harapan tinggi. Namun, publik juga skeptis. Sejarah panjang penanganan kasus korupsi di Kalbar sering kali berhenti di level “permintaan dokumen” tanpa berujung pengadilan. Apakah kali ini berbeda? Apakah jerat hukum berani menyentuh pejabat berkerah putih yang selama ini kebal?
Nama-nama pejabat yang tertera dalam kontrak, penunjukan PPK hingga Pokja, kini sedang diintip publik. Setiap tanda tangan pada dokumen bisa berubah menjadi bukti, setiap disposisi bisa menjadi jerat hukum.
Kasus ini tidak hanya tentang proyek rumah khusus di Padang Tikar 2. Ini tentang masa depan kepercayaan publik. Jika korupsi terus dibiarkan, maka pembangunan di Kalbar hanya akan jadi panggung sandiwara: ada proyek, ada anggaran, tapi rakyat tetap tidak punya rumah layak huni.
Sekarang, bola ada di tangan Ditreskrimsus Polda Kalbar. Apakah mereka berani menuntaskan hingga ke meja hijau? Atau surat permintaan dokumen ini akan sekadar menjadi arsip baru di lemari birokrasi?
Tim